JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan produksi gas Blok Mahakam tidak akan berubah signifikan hingga akhir 2019, tanpa ada terobosan dalam kegiatan operasi. Blok Mahakam merupakan kontributor utama produksi gas nasional yang tidak mencapai target produksi.

Fatar Yani Abdurrahman, Deputi Operasi SKK Migas, mengatakan salah satu penyebab sulitnya meningkatkan produksi atau mengembalikan performa produksi Blok Mahakam seperti beberapa tahun lalu adalah kegiatan pengeboran sumur gas yang masih tergolong sedikit jika dibandingkan dengan kegiatan pengeboran saat masih dikelola PT Total E&P Indonesie. Pengelolaan Blok Mahakam mulai diambil alih PT Pertamina (Persero) dari Total E&P sejak 1 Januari 2018.

Kondisi produksi Mahakam yang sempat menjadi primadona dan andalan dalam produksi gas nasional selama puluhan tahun merupakan dampak dari tidak mulusnya proses transisi dari Total ke Pertamina pada 2017.  “Kalau dia mau sama seperti sebelumnya, harus 400 sumur dibor, tapi kan tidak mungkin. Pada 2017 harusnya mereka mengebor lebih dari 100 sumur, tapi cuma 13 sumur. Jadi dampaknya sekarang. tidak salah juga Pertamina,” kata Fatar saat ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kamis (4/4).

Pemerintah sebenarnya menaruh harapan terhadap Blok Mahakam agar produksinya bisa ditingkatkan, sehingga bisa mendongkrak produksi migas secara nasional.

Menurut Fatar, hingga kuartal I 2019, rata-rata produksi Blok Mahakam hanya sekitar 700 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), jauh dibanding kondisi dua tahun lalu yang bisa mencapai lebih dari 1.286 MMSCFD. Bahkan pada 2018, produksi Mahakam sudah turun menjadi 832 MMSCFD, dibawah target yang dipatok pemerintah sebesar 1.110 MMSCFD.

Jika mau mendekati target produksi pada tahun-tahun sebelumnya maka jumlah sumur yang di bor oleh Pertamina harus ditambah. “So far akan stabil sampai akhir tahun (700 mmscfd),” ungkap Fatar.

PT Pertamina Hulu Mahakam  dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2019  menargetkan melakukan 118 pengeboran sumur. Jumlah tersebut meningkat dibanding realisasi 2018 yang hanya 63 sumur yang dibor. Kemudian upaya lainnya untuk menahan laju penurunan produksi adalah melakukan pengerjaan 6.423 perbaikan sumur (well service), melakukan metode Shut In for Build Up (SIBU), yakni pengelolaan secara terencana menutup katup kepala sumur dan membuka kembali ketika gas telah terkumpul di 840 unit sumur, MLP unit, Tambora Low Pressure, Go Deeper, Shallow Reservoir.

Dengan berbagai upaya tersebut Pertamina mematok produksi minyak kondensat tahun ini sebesar 30,4 ribu barel per hari (bph) dan produksi gas sebesar 715 MMSCFD.

Fatar menjelaskan apabila memang terjadi perubahan dalam revisi WPNB nantinya untuk meningkatkan produksi di Mahakam, peningkatannya pun tidak akan signifikan dan tidak bisa langsung mencapai 1.000 MMSCFD. “Tidak bisa mencapai 1.000 MMSCFD, harus pelan-pelan dia naiknya,” tandas Fatar.(RI)