JAKARTA – Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arifin Tarif telah memberikan sinyal kuat bahwa BBM Pertalite, Solar, Gas LPG 3Kg, dan tarif listrik akan dinaikkan. Namun, setelah hampir sebulan setelah pernyataan tersebut harganya belum juga dinaikkan.

“Kabarnya, Presiden Joko Widodo belum menyetujui kenaikan harga-harga itu karena kenaikkan harga tersebut akan semakin memperpuruk daya beli masyarakat,” ungkap Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Senin(16/5).

Menurut Fahmy, apabila kabar itu benar, keputusan Jokowi untuk tidak menaikkan harga Pertalite, Solar, Gas LPG 3Kg, dan tarif listrik, sangat tepat lantaran momentumnya tidak tepat.

Fahmy mengatakan kendati pandemi COVID-19 sudah mereda, namun daya beli masyarakat belum benar-benar pulih. Pada saat daya beli masyarakat sudah pulih benar, pada saat itulah Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk melakukan penyesuain terhadap harga komoditi energi tersebut, terutama penyesuaian tarif listrik (tariff adjustment).

“Pasalnya, sejak 2017 hingga sekarang tarif listrik tidak pernah disesuaikan sama sekali, padahal variabel pembentuk tarif listrik telah mengalami kenaikkan,” katanya.

Ia menekankan, tidak disesuaikan tarif listrik dalam waktu lama memang tidak serta-merta memperberat beban keuangan PT PLN (Persero). Namun makin membebani APBN untuk memberikan kompensasi kepada PLN apabila menjual setrum dengan tarif di bawah harga keekonomian.

Fahmy menjelaskan, pada 2021 jumlah kompensasi tarif listrik sudah mencapai Rp 24,6 triliun. Untuk mengurangi beban APBN tersebut, tarif listrik memang perlu disesuaikan. Hanya, penyesuaian struktur tarif listrik itu harus dirombak untuk mencapai keadilan.
Penetapan tarif listrik non-subsdi hampir semuanya sama pada semua golongan, baik pelanggan rumah tangga maupun bisnis sebesar Rp 1.444,70/kWh.
Penetapan tarif listrik seharus menganut prisip tarif progresif pada setiap golongan yang berbeda. Untuk golongan pelanggan 900 VA ditetapkan sebesar Rp. 1.444,70/kWh, untuk golongan pelanggan di atas 900 VA-2.200 VA dinaikkan 10% menjadi sebesar Rp. 1.589.17. Untuk golongan di atas 2.200 VA-6.600 VA dinaikan 15% menjadi Rp. 1.827,54. Untuk golongan pelanggan di atas 6.600 VA dinaikkan 20% menjadi Rp. 2.193.05.

“Penyesuaian dengan prinsip tarif progresif itu, selain mencapai keadilan bagi pelanggan, juga akan mecapai harga keekonomian sehingga dapat memangkas kompensasi yang memberatkan APBN. Sebagai tariff adjustment, pada saat tarif listrik mencapai di atas harga keekonomian, tarif listrik harus diturunkan,” kata Fahmy.(RA)