PERTENGAHAN tahun ini jadi momentum Indonesia. Ibu Pertiwi memasuki babak baru dalam kehidupan menapaki masa depannya untuk menjadi bagian dari kehidupan modern melalui penguasaan pasokan baterai kendaraan listrik.

Indonesia resmi jadi salah satu negara yang bakal memiliki fasilitas pembuatan baterai kendaraan listrik. Presiden Joko Widodo jadi yang terdepan mendorong lahirnya fasilitas ini dalam rangka menghidupkan ekosistem kendaraan listrik di tanah air. Tidak hanya itu, pembangunan industri baterai listrik terintegrasi di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Kabupaten Batang, Jawa Tengah, ini juga disebut-sebut sebagai pengembangan ekosistem kendaraan listrik pertama di dunia dari hulu hingga hilir.

“Dimulai dengan penambangan nikel, smelter, pabrik prekursor, pabrik katoda, kemudian baterai listrik, battery pack, hingga mobil listrik, masih ditambah lagi dengan industri daur ulang baterai. Dari hulu sampai hilir, end to end semuanya kerjakan dalam investasi ini,” kata Jokowi saat peresmian pabrik baterai kendaraan listrik Juni lalu.

Pabrik baterai kendaraan listrik di Batang sebenarnya bukanlah awal dari keikutsertaan Indonesia untuk menjadi salah satu pemain global kendaraan listrik.

Indonesia mulai meniti jalan terjal dan berkelok untuk menuju ekosistem kendaraan listrik saat pembentukan Indonesia Battery Corporation (IBC) pada tahun 2021 lalu. IBC merupakan konsorsium raksasa yang berisikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni empat perusahaan BUMN sektor pertambangan dan energi. Ada Holding Industri Pertambangan – Mineral Industry Indonesia (MIND ID), PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero), dengan komposisi saham sama rata masing-masing 25%.

IBC didirikan dengan maksud sebagai holding untuk mengelola ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik (Electric Vehicle Battery) yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Bagaikan bunyi letusan yang mulai terdengar tanda pelari mulai berlari, sejak itu berbagai manuver kebijakan serta aksi korporasi langsung dilakukan. MIND ID jadi aktor utama menuju target ekosistem kendaraan listrik bersama anak usahanya Antam yang menguasai cadangan nikel dan merupakan mineral komponen utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik maupun kendaraan listrik itu sendiri.

Gerak cepat wajib dilakukan karena harus diakui saat ini memang Indonesia belum memiliki teknologi untuk membuat baterai kendaraan listrik. Tapi itu bukan jalan buntu. Karena kemitraan tentu bisa jadi jalan baru yang kemudian bisa dilakukan transfer knowledge dan teknologi.

Sebagai pengelola ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik, maka sejak dibentuk IBC juga akan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yang menguasai teknologi dan pasar global untuk membentuk entitas patungan di sepanjang rantai nilai industri EV battery mulai dari pengolahan nikel, material precursor dan katoda, hingga battery cell, pack, energy storage system (ESS), dan recycling. Tidak hanya IBC tapi MIND ID bersama Antam di dalam konsorsium IBC juga tetap memiliki perannya sendiri.

IBC mengantongi komitmen investasi senilai US$15 miliar atau setara Rp 214,5 triliun (kurs Rp 14.300) dari dua kemitraan yang dijalin untuk mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik di Tanah Air.

Pertama adalah kemitraan yang dijalin melalui PT Aneka Tambang Tbk dengan korporasi asal China PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd (CBL) untuk inisiatif proyek baterai kendaraan listrik terintegrasi. CBL merupakan anak perusahaan Guangdong Brunp Recycling Technology Co., Ltd (Brunp), di mana Brunp adalah anak perusahaan dari Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL).

Kerja sama tersebut adalah dalam Proyek Integrasi Baterai EV Indonesia (electronic vehicle/kendaraan listrik), yang meliputi penambangan dan pemrosesan nikel, bahan baterai EV, pembuatan baterai EV, dan daur ulang baterai

Kemitraan kedua adalah perjanjian serupa dengan LG Energy Solution (LGES), perusahaan asal Korea Selatan.  Framework agreement antara konsorsium LGES dengan Antam dan IBC mengenai komitmen kerja sama secara end to end pembangunan industri EV battery di Indonesia dengan nilai investasi mencapai US$ 8 miliar.

IBC bersama dengan konsorsium LGES telah menyusun pra studi kelayakan untuk pembangunan industri EV battery terintegrasi.

Dolok R Silaban, Direktur Pengembangan Usaha Antam pernah menjelaskan dalam kerja sama  dengan CBL dan LG, ANTM bakal memberikan suplai nickel ore. Nantinya nickel ore bakal diambil dari area Halmahera Timur (Haltim), Maluku Utara.

Diperkirakan kapasitas serapan nickel ore bisa mencapai 18 juta ton per tahun untuk CBL. Sementara LG akan menyerap nikel ore dengan kapasitas 16 juta ton nikel ore per tahunnya. Nantinya total kapasitas serapan nikel ore akan berada di kisaran 32 juta ton–34 juta ton per tahun. Hal itu akan menjadi pengembangan di sektor hulu untuk memanfaatkan nickel ore yang berkadar rendah. Posisi Antam akan berada di hulu industri. Dalam joint venture (JV) ini Antam akan menguasai 51% saham dan sisanya 49% dimiliki CBL ataupun LG.

 

Punya Potensi Melimpah

Antam memang memiliki cadangan bijih nikel yang mencapai 382 juta ton, terdiri dari 333 juta ton bijih nikel kadar tinggi (saprolit) dan 49 juta ton bijih nikel kadar rendah (limonit). Saprolite digunakan untuk bahan baku stainless steel, sementara limonite akan menjadi bahan baku baterai EV.

“Kalau dilihat dari resources, kami punya 1,4 miliar ton bijih nikel, di mana 900 juta ton terdiri dari Saprolite dan 500 juta lebih Limonite. Antam memiliki sumber daya ini di berbagai wilayah di Indonesia, dan kami juga membuat joint venture untuk menggarap resources ini,” jelas Nico Kanter, Direktur Utama Antam dalam Investor Daily Summit 2022, di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, pekan lalu.

Menurut dia sebagai anggota dari MIND ID-BUMN Holding Industri Pertambangan, Antam memiliki tugas penting untuk memastikan program hilirisasi pertambangan bisa berjalan. “Dan salah satu kuncinya adalah bahan baku baterai listrik yang dikelola Antam. Kami punya sumber daya (resources) dan cadangan (reserve) yang patut disyukuri dan bisa dimanfaatkan dengan baik,” ujar Nico.

Sumber : US Geological Survey, Mineral Commodity Summary, Januari 2021

Sebagai tindak lanjut terhadap kerja sama tersebut. Pekan lalu Antam mengumumkan telah resmi melakukan spin off sebagian unit usaha tambang nikelnya yang akan diperuntukkan khusus untuk pengembangan kendaraan listrik. manajemen Antam menyatakan langkah ini sudah sesuai dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan PT ANTAM Tbk 2020 – 2024 (RJPP) dimana perseroan merencanakan untuk melakukan hilirisasi pengolahan nikel yang mendukung pengembangan eksosistem industri baterai untuk kendaraan listrik.

Diantara pemisahan sebagian usaha pertambangan nikel itu dilakukan ANTM ke dalam PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan juga ke dalam PT Sumberdaya Arindo (SDA)

Obyek spin off sebagian segmen usaha Nikel adalah aktiva dan pasiva milik Perseroan yang berada di wilayah izin usaha pertambangan Buli Serani, termasuk di dalamnya aset cadangan dan non-cadangan (tanah, prasarana, bangunan, mesin dan alat produksi, kendaraan dinas serta inventaris), yang mencakup area Tanjung Buli, Sangaji Utara, Moronopo, Sangaji Tenggara dan Sangaji Selatan dengan nilai pernyataan modal kepada NKA dan SDA sebesar Rp9,86 triliun.

Sebelumnya pada Agustus lalu Antam telah mendandatangani Perjanjian Pendahuluan (Heads of Agreement) dengan CNGR Advanced Material Co., Ltd. untuk mengembangkan proyek Kawasan Industri dengan membangun fasilitas pengolahan nikel menggunakan teknologi Oxygen-Enriched Side-Blown Furnace (OESBF) untuk memproses bijih nikel laterit dengan kapasitas produksi mencapai 80.000 ton nikel dalam matte, yang akan menghasilkan bahan baku baterai untuk energi baru/kendaraan listrik. Dalam pengembangannya, proyek ini akan memaksimalkan dan memfasilitasi penerapan energi hijau untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Terbaru, MIND ID juga mulai jajaki Kerjasama strategis lainnya dengan Arrival Ltd, perusahaan kendaraan listrik dari Inggris. MIND ID dan Arrival berniat untuk mengembangkan pabrik mikro baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia.

Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengungkapkan keuntungan Indonesia sebagai negara Non-Blok yang diikuti dengan karunia melimpahnya cadangan mineral membuat Indonesia jadi salah satu negara tujuan investasi paling dicari di dunia. Kerjasama dengan Arrival diharapkan juga memantapkan posisi Indonesia nanti sebagai produsen utama baterai untuk kendaraan listrik di Kawasan Asia Teggara.

MIND ID terus mencari peluang baru untuk mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik. Hal ini merupakan salah satu wujud dari rencana strategis MIND ID, sebuah potensi aliansi strategis untuk ekspansi bisnis hilir baru dan pengembangan kapabilitas dan optimalisasi portofolio.

“Sebagai negara non-blok, memiliki sumber daya alam melimpah, dan pasar yang besar, Indonesia memiliki nilai tambah untuk berkolaborasi,” kata Erick dikutip dari akun resmi Instagramnya.

Peran Antam memang sangat krusial. Dengan ketersediaan bahan baku kini yang harus disiapkan adalah fasilitas pengolahannya. IBC menargetkan perlu waktu dua tahun untuk memepersiapkan fasilitas produksi baterai kendaraan listrik.

Toto Nugroho, Direktur Utama IBC, menyatakan mulai tahun 2024 Indonesia sudah bisa memproduksi baterai kendaraan listrik.  Kapasitas produksi baterai nanti akan mencapai 10 gigawatt hour (GWh) untuk memenuhi kebutuhan baterai listrik untuk sekitar 100 ribuan mobil listrik dan sekitar empat juta motor listrik.

“Time frame yang penting dari segi baterai 2024 kita diproduksikan sudah mendapatkan 10 GW untuk EV ini yang didapatkan dari baterai yang diproduksi dari pabrik yang diresmikan Presiden di Karawang. Dari 10 GWh ini cukup signifikan karena dapat menghasilkan cukup hampir 3-4 juta two wheels EV (Motor Listrik) dan sekitar hampir 100 ribu roda empat (Mobil Listrik),” ungkap Toto disela rapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (12/9).

Sumber : Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM

Produksi baterai listrik tahun 2024 masih bisa terus ditingkatkan namun tetap membutuhkan fasilitas tambahan. Rencananya proses persiapan untuk membuat nikel Indonesia menjadi bahan baku utama produksi baterai nasional akan memakan waktu sampai akhirnya tahun 2025 seluruh nikel Indonesia bisa diperuntukkan untuk baterai kendaraan listrik.

“Yang paling penting 2025-2026, bahwa di situlah kita akan mendaptakan baterai EV yang dipropuksikan secara masal dari nikel Indonesia. Jadi kalau kita lihat 2024 itu bahan baku harus masih impor karena belum dididapatkan dari Indonesia, tapi 2025-2026 end to end,” jelas Toto.

Menurut Toto jika melihat perkembangan mobil listrik secara global, Indonesia sudah berada di jalur yang tepat untuk ikut ambil bagian. Dia menjelaskan per tahun diproyeksikan penggunaan mobil listrik mengalami kenaikan 15-20%. Hingga 2024 mendatang, paling tidak kapasitas baterai akan mencapai 1000 GWh.

“Itu setara dengan hampir 4,5 – 5 juta kendaran baru EV. Sebenarnya EV ini pasar utama ada di tiga tempat yakni di AS, Eropa dan Asean. Jadi ini kondisi seluruh dunia karena hampir seluruh dunia melakukan phase out kendaraan BBM , peningkatan ini terjadi secara signifikan,” kata dia.

Toto mengatakan melalui ekosistem kendaraan listrik ini jelas akan ada pengurangan emisi gas rumah kaca. Diperkirakan emisi yang bisa ditekan mencapai 9 juta metrik ton. Selain itu juga akan bisa kurangi impor bahan bakar sebesar 29,4 juta barel per tahun.

Indonesia memiliki potensi yang signifikan untuk mengembangkan ekosistem industri kendaraan bermotor listrik dan baterai listrik. Di sektor hulu, Indonesia memiliki cadangan dan produksi nikel terbesar di dunia dengan porsi cadangan sebesar 24% dari total cadangan nikel dunia. Sedangkan di hilir, Indonesia berpotensi memiliki pangsa pasar produksi dan penjualan kendaraan jenis bermotor roda dua dan empat yang sangat besar dengan potensi 8,8 juta unit untuk kendaraan roda dua dan 2 juta unit untuk kendaraan roda empat pada tahun 2025. Dengan keunggulan rantai pasokan yang kompetitif, setidaknya 35% komponen EV bisa berasal dari lokal.

Dengan potensi dari hulu hingga hilir tersebut bukan mustahil ekosistem kendaraan listrik bisa diciptakan dalam beberapa tahun yang akan datang. Jika potensi yang ada dikelola dengan bijak maka Indonesia siap menatap masa depan.