JAKARTA – PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dipastikan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata dengan menggandeng Masdar, anak usaha Mubadala, perusahaan asal Uni Emirat Arab (UEA). Perjanjian kerja sama akan ditandatangani disela kunjungan Presiden Joko Widodo ke UEA pada pekan depan.

Sripeni Inten Cahyani, Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN, mengatakan salah satu poin utama penandatanganan kerja sama yang akan disaksikan Presiden adalah terkait harga jual listrik (Power Purchase Agreement/PPA). Dengan menggunakan sistem tender atau lelang,harga listrik yang ditawarkan Masdar dalam proyek kali ini terbilang cukup rendah, yakni US$5,8 sen per kWh.

“Akan ada PPA, harga listriknya US$5,8 sen per kWh,” kata Inten saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Selasa (7/1).

Lebih lanjut dia menuturkan bahwa nilai investasi dari proyek PLTS Terapung pertama di Indonesia itu juga bisa ditekan dari semula senilai US$300 juta menjadi sekitar US$129 juta, dengan porsi kepemilikan perusahaan patungan 51% untuk kepemilikan PJB dan sisanya dikuasai Masdar.

“Total investasi US$ 129 juta, dengan kontrak selama 25 tahun,” kata Inten.

Proyek PLTS Terapung Cirata rencananya akan dikerjakan hingga 2022 yang terbagi menjadi dua tahap dengan total kapasitas terpasang sebesar 145 megawatt (MW). Kapasitas itu sebenarnya sudah direvisi dari rencana awal sebesar 200 MW. Jika pemenang sudah ditetapkan maka pekerjaan konstruksi ditargetkan selesai dalam dua tahun

Untuk tahap I akan dibangun fasilitas dengan kapasitas sebesar 50 MW. Sisanya akan dilakukan pada tahap II. Untuk tahap I ditargetkan bisa selesai pada 2021.

“Setelah PPA, financial close satu tahun. Jadi awal 2021 sudah mulai konstruksi. Targetnya 50 MW selesai 2021. Sisanya, di 2022 nanti,” ungkap Inten.

Masdar sebelumnya merupakan calon mitra tunggal sebagai bagian dari adanya kerja sama antar pemerintah Indonesia dan Uni Emriat Arab (UEA). Namun kemudian Masdar tidak lagi dipastikan menjadi mitra, agar tidak mencederai Good Corporate Governance (GCG) dalam proses penetapan badan usaha pengembang pembangkit.

Perubahan mekanisme penetapan mitra berawal dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 yang tidak memperbolehkan proses penunjukkan secara langsung mitra pembangunan pembangkit EBT. Masdar kemudian langsung menghadap Kementerian ESDM dan PLN untuk memastikan legalitas penunjukkannya sebagai mitra sebelumnya.(RI)