JAKARTA – Harga Batu bara Acuan (HBA) periode November 2021 kembali meroket. HBA bulan ini naik sebesar 33% atau US$53,38 per ton ke level US$215,01 per ton dari bulan sebelumnya, yaitu US$161,63 per ton.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, mengungkapkan kenaikan ini dipengaruhi oleh musim dingin dan krisis batu bara yang dialami Tiongkok sehingga berimbas pada harga batu bara global.

“Harga ini merupakan level HBA tertinggi dalam puluhan tahun terakhir. Permintaan dari Tiongkok terus meningkat menyusul mulai memasuki musim dingin serta kondisi cuaca buruk menyebabkan terganggunya kegiatan produksi dan transportasi batubara di provinsi produsen batubara,” kata  Agung, Senin (8/11).

Faktor komoditas lain, menurut Agung juga berpengaruh seperti kenaikan harga gas alam juga memiliki pengaruh dalam menentukan harga batubara global. “Supercycle masih punya pengaruh mendorong kenaikan harga komoditas dasar akibat dari adanya pertumbuhan ekonomi global baru pascapandemi,” ungkap Agung.

HBA sendiri terus mengalami reli yang luar biasa sepanjang 2021. Dibuka pada level US$75,84 per ton di Januari, HBA mengalami kenaikan pada Februari US$87,79 per ton, sempat turun di Maret US$84,47 per ton. Selanjutnya terus naik secara beruntun hingga November 2021. Rinciannya, April di angka US$86,68 per ton, kemudian pada Mei menjadi US$89,74 per ton.

Pada Juni menjadi US$100,33 per ton, Juli di posisi US$115,35 per ton, lalu Agustus menjadi US$,130,99 per ton September US$150,03 per ton, dan Oktober sebesar US$161,63 per ton.

Sebagai informasi, HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.

Terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand. Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.

“Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro,” ungkap Agung.

Nantinya, HBA November ini akan dipergunakan pada penentuan harga batu bara pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel) selama satu bulan ke depan.(RI)