JAKARTA – Pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) baru saja mengumumkan untuk menaikan tarif listrik khususnya untuk pelanggan kelas menengah keatas yang akan mulai berlaku pada 1 Juli mendatang. Tingginya harga minyak dunia masih menjadi alasan adanya kebijakan ini.

Bob Saril, Direktur Niaga dan Management Pelanggan PLN, menjelaskan meski saat ini komposisi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sudah menurun dalam energy mix, namun penggunaan BBM masih diperlukan sehingga biaya untuk pengadaan minyak mentah untuk operasional tetap menjadi penentu Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik, lantaran BBM tidak hanya digunakan PLN dalam pembangkitan saja.

“Secara operasional perusahaan kan kita tidak mungkin membeli bensin subsidi seperti Pertalite. Kami tetap memakai bahan bakar non subsidi yang saat ini harganya juga terpengaruh dari ICP,” kata Bob dalam diskusi virtual, Jumat (17/6).

Selain harga minyak bumi,ada juga pengaruh kurs rupiah terhadap dolar yang jadi salah satu penentu dalam BPP. Sebab, belanja barang dan pengadaan untuk pembangunan pembangkit saja misalnya, tetap membutuhkan dolar untuk pembayaran. Padahal, PLN mendapatkan revenue secara rupiah.

“Ada komponen pembiayaan juga yang kami memakainya secara dolar seperti belanja barang modal, pembayaran hutang ini yang memakai dolar dan itu mempengaruhi BPP ini,” ujar Bob.

Sementara itu, Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, menjelaskan keempat faktor yang mempengaruhi BPP kelistrikan adalah Kurs Rupiah terhadap Dolar, patokan Indonesian Crude Price (ICP), harga acuan batubara dan juga inflasi. Maka, jika tarif listrik mengalami kenaikan hal ini sangat dipengaruhi oleh kenaikan indeks dari empat faktor ini.

“Meski harga batubara saat ini sudah di-cap. Tetapi pengaruh ICP terhadap BPP ini sangat besar. Selain karena masih ada komponen PLTD dalam energy mix, ICP juga berpengaruh pada biaya operasional PLN,” ujar Rida.

Saat ini harga minyak mentah dunia sudah menyentuh level US$100an per barel. Sedangkan asumsi makro yang dibanderol oleh APBN sebesar US$63 per barel.

“Belanja bahan bakar ini mencapai 32,9% dari faktor penentu dari BPP Tenaga Listrik. Meski secara komposisi PLTD sudah turun drastis, namun kenaikan harga minyak mentah dunia tetap berpengaruh secara volume belanja. Jadi bisa dibayangkan asumsi berapa tapi realisasi harga minyak kamarin tembus US$100an per barel,” ujar Rida. (RI)