JAKARTA – PT ABM Investama Tbk (ABMM) menargetkan dapat memproduksi batu bara sebanyak sekitar 12 juta ton pada tahun ini. Produksi tersebut berasal dari tambang PT Tunas Inti Abadi (TIA) di Kalimantan Selatan dan dari tambang PT Mifa Bersaudara (Mifa) dan PT Bara Energi Lestari (BEL) di Aceh.

Sejalan dengan menipisnya cadangan batu bara di TIA, ABM akan lebih fokus mengembangkan tambang Mifa serta menerapkan proses Mining Value Chain pada tambang lainnya.

“Spesifikasi dan kualitas batu bara yang dimiliki Mifa dan TIA masih dibutuhkan oleh sejumlah negara Asia seperti China, India, Vietnam dan Thailand. Kami bersyukur konsumen kami di luar negeri permintaannya masih sangat tinggi,” kata Adrian Erlangga, Direktur Keuangan usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan ABM di Jakarta, Kamis (2/5).

Menurut Adrian, pada 2018 harga rata-rata batu bara mengalami volatilitas dan cenderung menurun pada kuartal IV 2017. Namun, penguatan sinergi, terutama optimalisasi operasional di antara seluruh entitas bisnis Grup ABM membuat kinerja perusahaan tetap terjaga secara positif.

Adrian mengungkapkan sebagai perusahaan tambang batu bara terintegrasi, ABM memiliki layanan dari hulu sampai hilir yang semakin efisien.

“Ini adalah modal bagi perusahaan untuk terus memperkuat bisnisnya, baik melalui peningkatan produksi di tambang sendiri maupun melakukan aliansi strategis dengan pemilik tambang lain dengan ABM sebagai pengelola tambang batu baranya,” ujar Adrian.

ABM optimistis sepanjang tahun 2019 industri batu bara diyakini akan lebih stabil. Perekonomian global yang tetap positif dan kebutuhan batu bara di dalam negeri yang juga terus meningkat akan menjadi katalisator bisnis batu bara.

Andi Djajanegara, Direktur Utama ABM, mengatakan ABM akan terus memperkuat sinergi di antara anak usahanya.

“Kami akan terus mendorong bisnis inti, yaitu CK (Cipta Kridatama) dan Reswara untuk mampu bersaing dan mengoptimalkan peluang yang sangat terbuka di industri ini,” tandas Andi.(RA)