JAKARTA – PT Timah Tbk (TINS) akan merealisasikan proyek pengembangan monasit, mineral logam tanah jarang. Trenggono Sutioso, Direktur Pengembangan Usaha dan Niaga Timah, mengatakan saat ini Timah tengah merampungkan studi kelayakan (feasibility study/FS) dan desain pabrik proyek mineral tanah jarang jenis monasit.

“Kami lagi urus perizinan. Kementerian ESDM sebagai pemberi izin, Batan dan Bapeten sebagai pengawas. Dalam waktu dekat diharapkan bisa konstruksi untuk pemisahan monasit menjadi rekarbonat, uranium maupun thorium,” kata Trenggono kepada Dunia Energi, belum lama ini.

Monasit merupakan salah satu mineral tanah jarang, ikutan dari kegiatan pengusahaan timah. Sejak 2015, Timah mulai memanfaatkan mineral masa depan tersebut.

Menurut Trenggono, mineral tanah jarang akan bermanfaat dalam pembuatan mobil listrik. Logam tanah jarang monasit dalam bentuk oksida, memiliki peranan yang sangat penting dalam kebutuhan industri masa depan seperti superkonduktor, laser, optik elektronik, aplikasi LED dan iPAD, kaca dan juga keramik. Logam tanah jarang mampu menghasilkan neomagnet yaitu magnet yang memiliki medan magnet yang lebih baik dari magnet biasa.
Dalam aplikasi metalurgi, penambahan logam tanah jarang digunakan dalam pembuatan baja paduan rendah berkekuatan tinggi (High Strength Low Alloy/HSLA) baja karbon tinggi, super alloy dan stainless steel. Hal ini karena logam tanah jarang memiliki kemampuan ketahanan terhadap panas.

Logam tanah jarang yang ditambahkan pada paduan magnesium dan aluminium, akan menambah kekuatan dan kekerasan paduan tersebut secara signifikan.

Di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara (Tekmira), terdapat dua jenis mineral yang mengandung logam tanah jarang yakni monasit dan senotim. Beberapa daerah di Indonesia yang mengandung daerah deposit monasit yaitu Bangka-Belitung, Karimata/Ketapang, Rirang-Tanah Merah.

Di Bangka, mineral monasit diperoleh sebagai hasil samping penambangan timah. Data dari Pusat Sumberdaya Geologi pada 2007 menyebutkan bahwa cadangan monasit di Indonesia sekitar 185.992 ton dengan konsentrasi terbanyak di daerah penghasil timah.

Penelitian dan pengembangan logam tanah jarang di Indonesia sudah dilakukan, baik oleh Tekmira, Badan Teknologi Atom Nasional (Batan) maupun berbagai lembaga penelitian, perguruan tinggi maupun industri.
Pilot plant pemanfaatan logam tanah jarang Monasit menjadi oksida di PT Timah, merupakan hasil penelitian tersebut.

“Mineral tanah jarang ini ini sudah menjadi perhatian pemerintah untuk sesuatu yang strategis untuk dikembangkan menjadi industri dalam negeri,” tandas Trenggono.(RA)