JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencari tempat penampungan sementara minyak mentah yang diprodksikan oleh ExxonMobil dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu.

Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas,  mengatakan tempat penampungan sementara tersebut kemungkinan besar adalah kapal tanker. PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha yang memiliki tugas untuk menyerap minyak bagian negara dari Blok Cepu saat ini kapasitas kilang penyimpanannya sudah penuh. Bahkan Pertamina sudah mengerahkan dua kapal tanker tambahan untuk menampung sementara minyak Blok Cepu.

Namun kapal Pertamina hanya bisa menampung minyak hingga 20 November 2020.

“Hingga 20 November aman. Tetap nanti kita lihat setelah itu apakah ada tanker yang available untuk mengangkut crude oil (minyak) Banyu Urip. Semoga aman-aman sampai akhir tahun,” kata Julius kepada Dunia Energi, Rabu (11/11).

Menurut Julius, langkah antisipasi harus disiapkan karena jika tidak maka tidak akan ada lagi tempat untuk menampung minyak Banyu Urip lantaran penampungan yang dimiliki Pertamina masih penuh akibat rendahnya serapan atau konsumsi BBM masyarakat. SKK Migas terus mencari cara agar produksi Exxon di Blok Cepu tidak perlu diturunkan. “Betul sekali (berdampak pada produksi),” tukasnya.

Selama ini produksi minyak Blok Cepu ditampung di fasilitas penampungan dan bongkar muat terapung (floating storage and offloading/FSO) Gagak Rimang. Dengan target produksi minyak bisa bertahan tanpa ada penurunan hingga akhir tahun maka kinerja produksi bBok Cepu harus dijaga karena blok itu merupakan kontributor produksi minyak nasional saat ini.

Saat ini produksi minyak dari Blok Cepu telah mencapai lebih dari 229 ribu barel per hari (bph). Namun, jika tren konsumsi BBM dalam negeri masih rendah sehingga berdampak pada operasi kilang, tingkat produksi minyak di blok yang merupakan produsen minyak terbesar di Indonesia itu berpotensi diturunkan.

“Kalau storage kapan penuh dan enggak bisa lifting lagi, ya mungkin terjadi production curtailment atau pengurangan produksi,” kata Julius.

Pertamina sempat menurunkan kapasitas produksi bahkan menghentikan operasi beberapa kilangnya lantaran permintaan BBM yang anjlok pada Mei 2020. Akibat turunnya konsumsi, stok BBM perseroan melebihi rata-rata sehingga seluruh fasilitas penyimpanan minyak dan BBM penuh.

Nicke Widyawati, Direktur Utama sebelumnya sempat mengungkapkan Pertamina sampai harus menyesuaikan jadwal lifting atau pengangkutan minyak mentah dari produsen migas dalam negeri. “Jadi kami izin lifting tiga bulan sekali, tunggu sampai penuh supaya pengangkutan dan penyimpanan bisa kami atur agar optimal terutilisasi,” ungkap dia.

Untuk menghindari pengurangan produksi minyak, SKK Migas juga sempat mengevaluasi opsi ekspor minyak Banyu Urip dengan harga di bawah harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP). Namun, langkah yang sempat didiskusikan dengan KPK ini sepertinya urung dilakukan karena terbentur regulasi. “Semoga tidak melanggar regulasi karena Pertamina harus menjalankan tupoksi nya sebagai penjual minyak bagian negara ya,” kata Julius.(RI)