JAKARTA – PT Pertamina (Persero) berencana menggandeng PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI dan XII untuk membangun kilang baru (New Grass Root Refinery/NGRR) Tuban. Survei dilakukan untuk memastikan kelayakan penggunaan lahan milik PTPN.

“Sudah di survei dan initial investigation. Pelabuhan sudah di survei dan cocok bangun kilang disitu. Dengan opsi ini kami harap proyek refinery Tuban bisa dilaksanakan dengan menambah kapasitas 300 ribu barel oil per day (BOPD),” kata Nicke Widyawato, Pelaksana Tugas Direktur Utama Pertamina dalam rapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (23/5).

Menurut Nicke, pada awalnya skema yang digunakan dan telah disetujui oleh Kementerian Keuangan adalah dengan skema Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) dengan memanfaatkan lahan milik negara.

Disisi lain, Rosneft, mitra Pertamina dalam pengembangan kilang Tuban mensyaratkan kepemilikan lahan dan keberatan atas term bagi hasil pada akhir masa pakai. Sementara izin prinsip dari Kemenkeu atas skema KSP telah berakhir pada 14 Maret 2018.

Nicke mengatakan bisa saja lahan pemerintah digunakan, tapi harus melalui tahapan perubahan berbagai regulasi untuk mendukungnya, yakni dengan revisi Peraturan Presiden Nomor 146 Tahun 2015 serta penerbitan Perpres baru untuk menguatkan UU Nomor 2 Tahun 2012 bahwa pembangunan kilang minyak dalam negeri, termasuk dalam kategori kepentingan umum. Belum lagi masih harus mengurus revisi Perda RTRW lokasi lahan tambahan tahap 1. Serta penerbitan penetapan lokasi oleh Gubernur Jawa Timur. Proses tersebut dipastikan akan memakan banyak waktu sehingga dicari solusi lain untuk masalah lahan.

“Lahan yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu ada yang mengurus hingga Kemenkeu dan lahan milik warga. Namun perlu perubahan regulasi, agar proyek Pertamina masuk proyek strategi nasional bisa pakai UU (UU 2/2012) itu. Perlu proses,” ungkap Nicke.

Adapun lahan alternatif yang ada berlokasi di Asembagus, Situbondo dengan luas 807 hektar yang sebagian besar dimiliki PTPN XI dan XII. Setelah dilakukan survei lahan tersebut dinilai cocok dari sisi luas maupun kapasitas kemampuan untuk menerima pengiriman crude via kapal VLCC3. Selain itu, juga jauh dari pemukiman penduduk serta tidak jauh dari infrastruktur penunjang.

Heru Setiawan, Direktur Mega Proyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina, mengatakan sejauh ini masih dalam proses pembahasan penggunaan lahan milik PTPN. Nantinya proses pembahasan awal pemakaian dilakukan perusahaan baru hasil dari joint venture yang dibentuk.

“Diselesaikan joint venture, tapi yang proses Pertamina. Ini lagi didiskusikan sewa atau akuisisi lahan,” tandas Heru.(RI)