JAKARTA – Pemerintah akan membentuk Badan Pengawas Tenaga Nuklir, yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pembentukan ini menunjukkan komitmen serius Pemerintahaan Joko Widodo dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.

Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, mengatakan bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar, pengembangan PLTN menjadi keniscayaan. PLTN merupakan salah satu energi bersih yang selaras dengan transisi energi untuk mencapai target zero carbon pada 2060. “Untuk mencapai mencapai zero carbon, syaratnya seluruh pembangkit PT PLN (Persero) 100% harus menggunakan Energi Terbarukan, padahal lebih dari 57% pembangkit listrik PLN masih menggunakan energi kotor batu bara,” kata Fahmy, Rabu(12/10/2022).

Menurut Fahmy, PLTN dapat mengatasi kelemahan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), yang tidak dapat memasok listrik secara penuh setiap waktu (intermittent). Lebih lanjut Fahmy menjelaskan bahwa pasokan dari PLTS menjadi berkurang pada saat cuaca mendung dan hujan. Pasokan dari PLTB ditentukan tinggi-rendahnya tiupan angin. Sedangkan PLTN dapat memasok listrik setiap saat secara penuh. Agar pengembangan PLTN di Indonesia dapat berjalan lancar dibutuhkan beberapa persyaratan.

“Pertama, komitmen yang kuat dari kepala negara untuk merealisasikan PLTN, paling tidak komitmen itu serupa dengan komitmen Presiden Joko Widodo dalam membangun jalan toll. Kedua, Pemerintah melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DEN (Dewan Energi Nasional) harus merealisasikan komitmen Jokowi dengan mengubah Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang selama ini menempatkan energi nuklir sebagai alternatif terakhhir, harus diubah menjadikan energi nuklir sebagai energi prioritas utama. Ketiga, melakukan kampanye publik untuk meningkatkan tingkat penerimaan masyarakat (public acceptances rate) terhadap penggunaan PLTN,” ujar Fahmy.

Ia mengatakan, selama ini tingkat penerimaan masyaarakat terhadap PLTN masih sangat rendah. Salah satunya disebabkan trauma kecelakaan reaktor nuklir di beberapa negara, di antaranya Jepang, Rusia dan Ukrania. Namun, kemajuan teknologi reaktor nuklir terbaru yang digunakan oleh Rostov Rusia dapat mencegah terjadinya kecelakaan nuklir hingga mencapai nol persen (zero accident).

“Tanpa mengembangkan PLTN sangat sulit bagi PLN untuk mencapai 100% EBT Pembangkit Listrik, yang menjadi syarat untuk mencapai zero carbon pada 2060. Untuk mencapai zero carbon tersebut, pada saat inilah waktu yang tepat bagi Indonesia untuk mulai mengembangkan energi nuklir bagi pembangkit listrik,” kata Fahmy.(RA)