JAKARTA – PT Medco Power Indonesia, anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk telah mendapatkan alokasi gas untuk kebutuhan pembangkit listrik. Alokasi gas tersebut akan berasal dari Blok Senoro-Toili yang akan diproses terlebih dulu gasnya di fasilitas Donggi Senoro LNG (DSLNG).

Arief Setiawan Handoko, Deputi Keuangan dan Monetisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan pemerintah telah menyetujui alokasi gas untuk Medco Power yang akan disalurkan dalam dua tahap.

Tahap pertama akan mulai dipasok selama dua tahun dengan volume mencapai 34 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

“Alokasi gas dari WK Senoro-Toili untuk Medco Power Indonesia sebesar 34 MMSCFD untuk 2023-2024,” kata Arief kepada Dunia Energi, Jumat (3/7).

Tahap kedua kontrak jual beli gas akan berlangsung selama 17 tahun sejak 2025 hingga 2042. Untuk tahap kedua, selain jangka waktu alokasi yang semakin panjang, volume gasnya juga bertambah.

“Sebesar 64 MMSCFD untuk 2025-2042. Jangka waktu alokasi sejak 1 Januari 2023-31 Desember 2042,” ungkap Arief.

Manajemen Medco Power memutuskan akan turut mendukung program gasifikasi pembangkit. Medco Power menargetkan bisa mulai memproduksi listrik dari pembangkit gas di Pulau Sumbawa.

Eka Satria, Direktur Utama Medco Power Indonesia, mengatakan potensi penggunaan gas dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG) menjadi tenaga listrik cukup besar. Apalagi dengan struktur negara kepuluan LNG to Power cocok diterapkan di tanah air.

“Untuk Medco ada kebutuhan di Sumbawa, kami akan coba bawa gas dari Senoro untuk ke Sumbawa untuk dijadikan LNG to Power, sudah dapat alokasinya,” kata Eka.

Pengembangan pembangkit gas sangat prospektif. Ini bisa dilihat dari proyek yang sedang berjalan saat ini, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa I di perairan Jawa yang mendapatkan pasokan LNG, bahkan dari Papua.

“Kami percaya salah satu solusi gas to power bisa menjadi bagus di Indonesia terutam negara kepulauan. LNG to power akan jadi one of the future,” kata Eka.

Namun pengembangan LNG to Power ini punya syarat utama yakni adanya sinergi berbagai pihak untuk memanfaatkan infrastruktur gas sehingga jadi efisien dan harga gas serta ujungnya harga listrik yang dihasilkan juga bisa terjangkau sehingga bisa bersaing dengan bahan baku energi lain yang dinilai murah, batu bara misalnya.

Menurut Eka, masih banyak pembangkit listrik dipelosok tanah air menggunakan BBM atau bermesin diesel yang seharusnya bisa dikonversi menjadi pembangkit berbahan baku gas.

“Kuncinya bagaimana kita bisa memastikan infrastruktur bisa efisien. misalnya Pertagas, PGN. Ada juga yang harus dipikirkan mengenai sumber gas, sehingga infrastruktur gas teroptimalisasi bahwa ini untuk kepentingan nasional. Sehingga harga energi kita affordable dan bisa meningkatkan daya saing,” kata Eka.(RI)