JAKARTA – Aturan Kompensasi  Data Informasi (KDI) diminta untuk segera diubah jika investasi di sektor mineral dan batu bara ingin tumbuh positif. Saat ini kewajiban pembayaran KDI diberlakukan dalam setiap lelang wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).

Singgih Widagdo, Ketua bidang Kebijakan Publik Ikatan Ahli Geologi Indonesia,  mengatakan besaran KDI yang harus dibayar pemenang lelang terlalu tinggi.

“Saya enggak setuju lelang nilainya tinggi sekali. Makanya konsep lelang yang diusulkan IAGI diganti yang wajar,  sehingga datanya itu paling hanya Rp32 miliar. Tidak sampai ratusan miliar,” kata Singgih di Jakarta, Kamis (11/4).

Singgih memahami konsep KDI yang kali pertama diterapkan dalam lelang pertambangan mineral dan batu bara. Dengan konsep ini maka pemerintah segera memperoleh penerimaan dari pemenang lelang. Namun dia menyebut konsep ini jangan sampai mengganggu investasi pertambangan. “Eksplorasi tujuannya investasi tumbuh. Pemerintah mau uangnya duluan,” ungkap Singgih.

KDI sendiri memiliki konsep yang tidak jauh berbeda dengan bonus tanda tangan (signature bonus) yang sudah diterapkan lama dalam lelang wilayah kerja migas. Pemenang lelang wajib membayar nilai KDI yang besarannya sudah ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1805.K/30/MEM/2018.

Namun dalam pola di lelang pertambangan ini, peserta lelang wajib menyetorkan dana 10% dari nilai KDI. Nanti bila dinyatakan sebagai pemenang maka tinggal melunasi sisa dari nilai KDI.

Kementerian ESDM membuka kembali lelang dua WIUPK yang memiliki kandungan nikel di Sulawesi Tenggara. Ada dua wilayah tambang yang dimaksud yakni Latao dan Suasua yang pada tahun lalu juga dilelang namun belum ada yang berminat.

Muhammad Wafid, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan lelang kali ini berbeda dengan tahun lalu. Pasalnya dua wilayah tambang tersebut sudah bisa ditawarkan kepada badan usaha swasta, lantaran pada lelang sebelumnya sudah ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Penawaran ke badan usaha swasta lebih membuka peluang baru sehingga lebih banyak yang menyatakan minat kelola dua wiallayah tambang tersebut. “Sekarang dibuka untuk swasta ada enggak yang berminat,” katanya.

Jika sudah memiliki pemenang  lelang, tidak akan ada perubahan nilai KDI yang dibayar  seperti tahun lalu. Pasalnya hal tersebut sudah ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1805.K/30/MEM/2018.

Dalam keputusan tersebut tercantum nilai KDI wilayah Latao sebesar Rp414,8 miliar. Adapun luas konsesi Latao mencapai 3.148 hektare. Sementara KDI wilayah Suasua sebesar Rp984,85 miliar dengan luas konsesi mencapai 5.899 hektare.

Pada tahun lalu selain Latao dan Suasua, ada dua WIUPK yang diminati oleh BUMN. Kedua WIUPK itu berada di aerah Matarape, Sulawesi Tenggara, Kabupaten Konawe Utara, seluas 1.681 hektar dan daerah Bahodopi Utara, Sulawesi Tengah, Kabupaten Morowali, seluas 1.896 hektar. Kedua wilayah tersebut memiliki kandungan nikel.(RI)