JAKARTA – PT Pupuk Indonesia merupakan salah satu konsumen utama gas pipa dari Blok Masela. Rencananya Pupuk Indonesia akan membangun pabrik petrokimia di sekitar fasilitas pengolahan dan produksi gas Masela. Ini menjadi bagian dari strategi perusahaan dalam melakukan ekspansi bisnis di wilayah Indonesia Timur. Hanya saja ada satu syarat yang diminta Pupuk Indonesia agar rencana tersebut terealisasi, yakni harga gas harus sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah.

Ahmad Bakir Pasaman, Direktur Utama Pupuk Indonesia, mengungkapkan rencananya perusahaan akan membangun pabrik petrokimia di wilayah Bintuni dan Kepulauan Yamdena, Maluku.

“Kami sudah tanda tangan MoU sama Inpex. untuk utilisasi gas 150 MMcsfd. Nah ini, kalau bisa terwujud dengan harga baru. Kita mau bikin co production amoniak dan menthanol,” kata Ahmad disela International Conference Oil and Gas 2020 yang digelar secara virtual, Kamis (3/12).

Menurut Ahmad, nantinya dua pabrik petrokimia ini masing-masing akan memproduksi amoniak sebesar 250 ton per hari dan methanol sebesar 1.000 ton per hari. “Itu bisa dibangun dalam satu upgrade. 250 ton per hari amoniak, methanol 1.000 ton per hari. Kami menunggu kepastian gas,” ungkap Ahmad.

Pemilihan wilayah Kepulauan Yamdena lantaran jaraknya dekat dari Blok Masela atau 179 kilometer. Nantinya, untuk menyalurkan gas, Inpex akan membangun pipa gas bawah laut. Pupuk Indonesia akan memulai pengerjaan pabrik setelah mendapatkan kepastian dari Inpex tentang jadwal pembangunan pipa bawah laut.

“Kami komunikasi sama Inpex intesif soal ini. Memang ada kendala dari mereka karena mereka harus bangun pipa itu, dan kan di dalam laut. Ada palung juga di ruas jalur pipa itu. Jadi kami masih menunggu kepastian dari Inpex,” ungkap Ahmad.

Menurut dia, pasar dari produk yang dihasilkan pabrik petrokimia nanti sangat besar. Untuk amoniaknya saja bisa langsung dibawa diekspor atau bisa juga diserap di dalam negeri. “Amoniak bisa dibawa kemana saja. ke Bontang atau ekspor misalnya,” kata Ahmad.

Harga gas Masela menjadi tantangan utama dalam pengembangan blok Masela. Pupuk bahkan pernah menyatakan tidak akan bisa menyerap gas Masela jika harga gasnya lebih dari US$3,7 per MMBTU. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 industri pupuk menjadi salah satu dari tujuh industri yang mendapatkan insentif harga gas maskimal sebesar US$ 6 per MMBTU.

Pupuk Indonesia pada Februari lalu telah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Inpex Masela Ltd, sebagai kesepakatan awal dalam jual beli gas dari blok Masela.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebelumnya pernah mengungkapkan harga gas Masela harus mengikuti aturan main yang berlaku di Indonesia, khususnya bagi industri yang sudah ditetapkan mendapatkan harga gas maksimal US$ 6 per MMBTU.

“Ya enggak boleh (lebih dari US$ 6 per MMBTU). Nanti ikut formula. Harga produk berapa, formulanya berapa. Supaya ekonomis,” kata Arifin.

Secara komulatif masa kontrak, lapangan Abadi Masela ditargetkan berproduksi sebesar 16,38 TSCF (gross). Adapun penjualan gasnya sebesar 12,95 TSCF dengan kapasitas produksi Kilang LNG 9,5 Juta Metrik Ton Per Annum (MTPA) dan 150 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk gas pipa, serta produksi kumulatif kondensat sebesar 255,28 MMSTB.(RI)