JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan tidak akan lagi menggunakan satu skema kontrak dalam proses penawaran atau lelang blok migas ke depan. Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengatakan pelaksanaan lelang blok migas nantinya akan ada dua opsi atau pilihan skema yang bisa dipilih pelaku usaha, yakni skema gross split dan cost recovery.

“Sudah bisa dua (skema kontrak),” kata Arifin singkat saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (10/1).

Kebijakan ini tentu berbeda dari pendahulu Arifin, yakni duet Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar yang mewajibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) menggunakan skema cost recovery ketika menjadi pengelola blok migas dari hasil lelang.

Menurut Arifin, sebelum nanti ditawarkan kepada pelaku usaha, pemerintah terlebih dulu akan melakukan evaluasi terhadap skema cost recovery. Nantinya akan ada perbaikan cost recovery.

“Kami benahi dulu cost recovery, dilihat lagi. Kami benerin yang kurang-kurang pas,” ujar Arifin.

Skema gross split pertama kali diperkenalkan pada 2018. Kontroversi sempat terjadi saat skema baru ini resmi diperkenalkan, bahkan sempat mengalami beberapa revisi. Hingga tahun 2019 sebanyak 45 blok migas telah menggunakan skema gross split. Pertamina grup jadi pihak yang paling banyak mengelola blok migas menggunakan skema gross split.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan saat ini sedang menunggu persetujuan Menteri ESDM terkait pelaksanaan lelang selanjutnya sambil menunggu penyiapan blok migas mana saja yang akan ditawarkan. Proses lelang migas untuk tahun ini bisa digelar paling lambat pada kuartal pertama. “Kuartal pertama lah, kan lagi disiapkan dulu bahannya. Soalnya nanti dua (skema kontrak) nih feeling saya, bisa pilih opsi cost recovery dan gross split. Saya perlu lapor dulu ke pak menteri,” kata Djoko.(RI)