JAKARTA – PT PLN (Persero) segera mengganti bahan baku pembangkit listrik dari Bahan Bakar Minyak (BBM) berjenis solar menjadi berbahan baku gas. Setidaknya ada 52 pembangkit listrik yang ditargetkan akan diubah menjadi pembangkit gas.

Darmawan Prasodjo, Wakil Direktur Utama PLN, mengatakan bahwa sekitar 52 pembangkit listrik yang sebelumnya bertenaga diesel telah ditetapkan pemerintah melalui Keputusan Menteri ESDM (Kepmen) untuk diubah menjadi pembangkit gas. Pembangkit itu memang sifatnya dual fuel atau bisa dioperasikan dengan berbahan bakar minyak ataupun gas.

“Kalau tidak salah 51 atau 52 pembangkit yang masuk dalam Kepmen itu. PLN melihat hal apa, bagaimana facing out konsumsi BBM dan digantikan dengan gas. Langkah-langkah sistematis, pembangkit mana yang bisa difacing out,” kata Dharmawan dalam diskusi dengan media di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Jumat (17/1).

PLN, kata Darmawan melihat ada beberapa pembangkit gas capacity factor masih rendah, padahal yang baik adalah memiliki capacity factor maksimal 100%,

“Kalau pembangkit kalau dijalankan penuh, capacity factor hanya 80%, beberapa pembangkit agak rendah 20%, karena masih minum BBM,” ujarnya.

Penggantian pembangkit listrik berbasis BBM menjadi gas ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan ketersediaan energi dalam negeri, yakni gas sehingga juga bisa mengurangi penggunaan BBM yang masih impor.

Menurut Dharmawan, pembangkit berbasis BBM merupakan pembangkit yang mahal. Dengan menggunakan pembangkit berbasis gas ada keseimbangan baru, di peaker saat peak load, dengan ketersediaan gas domestik dan murah PLN bisa mengubah sifat pembangkit itu menjadi base load.

Penggunaan gas untuk pembangkit akan memberikan manfaat berlipat ganda tidak hanya bagi PLN, namun juga terhadap perekonomian Indonesia.

Dharmawan mengatakan ada energi impor dengan biaya tinggi dengan efisien diganti energi domestik yang lebih murah dan berbasis lingkungan. Tentunya saja punya efek sangat postif bukan hanya bagi PLN, secara cost bisa mengurangi, kesehatan finansial PLN juga akan lebih baik.

“Pemerintah juga bisa mengakslerasi petumbuhan ekonomi, ciptakan lapangan kerja, dan mengentakan kemiskina, ini suatu pekerjaan luar biasa dan PLN siap menjalankan,” jelas Darmawan.

Meskipun pembangkit sudah ditetapkan dalam Kepmen, sebelum benar-benar diterapkan PLN tetap melakukan kalkulasi terhadap capacity factor masing-masing pembangkit. Karena bisa saja ketika menggunakan gas justru pembangkit menjadi tidak efisien lantaran ada beberapa faktor yang sebabkan capacity factornya justru menjadi rendah.

“Tentu saja ada pembangkit kami yang tidak masuk dalam Kepmen, ternyata pembangkit 20 Megawatt (MW) capacity factor 15% kebutuhan hanya 0,9 juta kaki kubik per hari (mmscfd), bagaimana mengirim itu (gas), tentu saja pembangkit seperi ini kita facing out, dan tidak masuk dalam Kepmen,” kata Darmawan.

Sementara itu, Hendra Iswahyudi Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengatakan total kapasitas pembangkit yang akan dikonversi ke gas adalah sebesar 1.600 MW. Besaran kapasitas tersebut lebih besar dari sebelumnya yang ditargetkan sebesar 1.509 MW. “Angkanya sekitar 1.600 MW sekian, kita update lagi,” kata Hendra.(RI)