JAKARTA – Hampir satu tahun sejak pemegang saham memutuskan untuk melakukan transformasi bisnis PT Pertamina (Persero)  menjadi holding dan subholding, ternyata transformasi secara keseluruhan atau terbentuknya holding secara resmi hingga ke legal baru terjadi pada PT Pertamina International Shipping (PIS).

Pada Juni 2020, digagas pembentukan lima subholding di antaranya Upstream Subholding yang operasionalnya diserahkan kepada PT Pertamina Hulu Energi, Gas Subholding (PT Perusahaan Gas Negara), Refinery & Petrochemical Subholding (PT Kilang Pertamina Internasional), Power & NRE Subholding (PT Pertamina Power Indonesia) dan Commercial & Trading Subholding (PT Patra Niaga).

Selain itu juga terdapat Shipping Company yang operasionalnya diserahkan kepada PIS.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan subholding PIS merupakan subholding yang paling siap saat ini untuk mengejar target yang dicanangkan manajemen. Resminya PIS menjadi subholding ditandai dengan adanya penyetoran modal dengan cara pemasukan (inbreng) atas sejumlah aset tidak bergerak kepada PT Pertamina Trans Kontinental (PTK), anak usaha perusahaan.

“Lahirnya subholding pertama pasca restrukturisasi. Ini adalah subholding pertama. Ini transformasinya sudah tertata. Ini juga dengan telah syahnya seluruh aset kapal, dan 6 port dan terminal BBM ini maka hari ini armada yang dikelola oleh PIS, 750 armada. 540 adalah milik sendiri. sisanya adalah sewa,” kata Nicke di sela peresmian PIS sebagai subholding di Jakarta, Rabu (5/5).

Nicke menegaskan penetrasi ke pasar luar negeri akan dilakukan oleh PIS. Sebagai subholding nanti PIS diharapkan bisa melakukan ekspansi bisnis besar-besaran khususnya dikawasan regional Asean. “Pasar, selain di domestik, kita juga akan meningkatkan pasar ke luar. Strateginya kita lakukan partnership,” ungkapnya.

Menurut Nicke, beberapa kerja sama akan terjalin untuk mendukung portofolio bisnis PIS misalnya dengan BGR, untuk kapal LPG. Lalu V-Toll karena impor dari Amerika. Kemudian dengan NYK untuk ship management.

“Ini kami terus tingkatkan kerja sama ini, baik LNG, LPG maupun crude. Kita beli crude itu FOB, jadi pakai PIS,” ujar Nicke.

Dian Prama Irfani,
Manager Business Development PT Pertamina International Shipping, mengungkapkan permintaan akan liquid product diproyeksi masih tumbuh hingga 2030 dan terus tumbuh hingga mulai peak menjelang 2040.

“Dari sini kita ambil indonesia masih memiliki kesempatan dua dekade pertumbuhan liquid product, pertumbuhan dari liquid demand alam hal ini adanya bisnis turunan dari demand bisnis storage,” ungkap dia.

Irfani menuturkan Indonesia diperkirakan membutuhkan tambahan storage atau penyimpanan antara 6-13 juta barel dimana saat ini 22% dari kebutuhan itu masih dilayani pihak ketiga, sementara Pertamina melayani 78%.(RI)