JAKARTA – Harga Batu Bara Acuan (HBA) di awal 2020 turun tipis dibanding periode Desember 2019. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA periode Januari 2020 sebesar US$65,93 per ton turun dibanding akhir 2019 yang berada di posisi US$66,3 per ton.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, mengatakan harga batu bara di awal tahun sedikit terkoreksi kurang dari US$1 per ton dibanding HBA Desember 2019

HBA periode Januari 2020 tertekan mengikuti pergerakan harga batu bara dunia yang disebabkan kebijakan China sebagai konsumen utama batu bara Indonesia dan dunia. “HBA Januari ditetapkan US$65,93 per ton,” kata Agung di Jakarta, Rabu (8/1).

Agung mengatakan harga batu bara sedikit terkoreksi lantaran China masih terus melakukan pembatasan impor batu bara. Kebutuhan batu bara dipenuhi dari produksi dalam negeri Tiongkok. Tidak hanya China beberapa negara yang menjadi pasar utama batu bara Indonesia dan dunia juga ikut membatasi impor batu baranya.

Kebutuhan akan batu bara pada akhir tahun lalu yang biasanya meningkat karena memasuki musim dingin pun menjadi tidak berarti terhadap harga batu bara yang biasanya meningkat.

“Kinerja impor batu bara di negara-negara pengimpor terutama di kawasan Asia seperti China, India, Jepang dan Korea Selatan yang semakin menurun,” ujar Agung.

Agung menuturkan penetapan HBA merujuk pada pergerakan harga batu bara dunia. Penetapan HBA merujuk pada index pasar internasional. Ada 4 index yang dipakai Kementerian ESDM yakni Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59. Adapun bobot masing-masing index sebesar 25% dalam formula HBA.

Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), menuturkan pelaku usaha masih optimistis pergerakan harga batu bara pada 2020 tidak akan seperti yang terjadi di 2019.

Ia mengakui beberapa negara mengurangi permintaan batu bara. Tapi ada juga negara Asia yang justru meningkat permintaan batu baranya. Hal ini seiring dengan beroperasinya proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), seperti di Vietnam, Filipina maupun Indonesia.

“Secara keseluruhan permintaan untuk PLTU terus berkembang sehingga harga bisa membaik dan stabil di beberapa tahun ke depan,” kata Hendra.

Harga batu bara sudah mulai alami penuruan sejak September 2018 kemarin. Kala itu HBA berada di posisi US$104,81 per ton. Kemudian terkoreksi di bulan berikutnya jadi US$100,89 per ton dan berlanjut di November sebesar US$97,90 per ton. Penutupan 2018 pun harga masih melemah di level US$92,51/ton. Sementara di awal 2019 tren penurunan harga masih terjadi lantaran HBA berada di posisi US$92,41 per ton. Kemudian di akhir 2019 harga ditutup di level US$60 per ton.(RI)