JAKARTA – Pemerintah akhirnya menerbitkan regulasi baru yakni Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 6 tahun 2025 tentang penyelesaian pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam di dalam negeri. Aturan ini sendiri terbit setelah adanya kejadian kebakaran yang melanda smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) pada Oktober 2024. Seperti diketahui, izin ekspor konsentrat Freeport berakhir pada 31 Desember 2024 dan hingga kini belum ada izin baru lantaran smelternya belum beroperasi.

Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengakui telah meneken aturan terbaru yang akhirnya memungkinkan adanya dispensasi bagi badan usaha yang sedang membangun smelter dimana proses pembangunannya menemui kendala bahkan dalam kondisi kahar untuk tetap melakukan ekspor konsentrat.

Dia menegaskan keputusan penerbitan aturan baru tersebut sudah melalui proses pembahasan lintas kementerian hingga akhirnya disetujui oleh Presiden Prabowo Subianto. “Peraturan menteri sudah saya terbitkan. Berdasarkan hasil keputusan rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh presiden,” kata Bahlil di Kementerian ESDM, Jumat (7/3).

Dia menjelaskan aturan ini juga mengatur izin ekspor konsentrat yang kembali diberikan dan berlaku selama enam bulan. “Kedua, ini berlaku enam bulan sejak proses penertiban izin ekspor kita berikan. Nanti kita akan lihat perkembangannya per tiga bulan dalam progres pekerjaan terhadap pabrik yang kena kahar itu,” jelas Bahlil.

Freeport sendiri kata Bahlil sudah mengajukan rekomendasi ekspor sekaligus nantinya akan ada revisi terhadap Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB). Jumlah konsentrat yang diajukan unutk diekspor menurut Bahlil bisa mencapai 1 Juta ton. “Freeport kuotanya kurang lebih sekitar, dilihat ya, antara satu juta ton sampai sejuta ton lebih gitu. Nanti kita lihat selama enam bulan,” ungkap Bahlil.

Adapun rekomendasi ekspor diberikan pemerintah selama enam bulan sejak rekumendasi itu diajukan. Sehingga nantinya Freeport bisa ekspor konsentrat paling tidak sampai bulan September 2025.

Adapun beberapa poin dalam Permen 6 No 2025 yang mengatur tentang izin ekspor bagi badan usaha yang sedang membangun smelterĀ  antara lain

Pasal 2A yang tertulis selain ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, ruang lingkup Peraturan Menteri ini juga mengatur mengenai pemberian kesempatan Penjualan hasil Pengolahan ke luar negeri dengan jumlah tertentu dan waktu tertentu kepada pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral logam komoditas tembaga yang telah selesai membangun fasilitas Pemurnian Mineral logam namun tidak dapat beroperasi dan memerlukan penyelesaian perbaikan akibat keadaan kahar.

Kemudian di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 6A, Pasal 6B, dan Pasal 6C sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6A (1) Dalam hal terjadi keadaan kahar, pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral logam komoditas tembaga yang telah selesai membangun fasilitas Pemurnian Mineral logam namun tidak dapat beroperasi dan memerlukan penyelesaian perbaikan akibat keadaan kahar dapat melakukan Penjualan hasil Pengolahan ke luar negeri dengan jumlah tertentu dan waktu tertentu.

(2) Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan diperhitungkan pembayaran klaim asuransi atas fasilitas Pemurnian Mineral logam.

(3) Dalam masa perbaikan akibat keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral logam dapat melakukan Penjualan hasil Pengolahan ke luar negeri dengan mempertimbangkan:
a. tercukupinya kebutuhan bahan baku di dalam negeri;
b. menghindari terhentinya kegiatan usaha pertambangan;
c. menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja;
d. optimalisasi penerimaan penerimaan daerah;
e. dan negara dan perbaikan fasilitas Pemurnian Mineral logam dapat dilaksanakan dalam waktu tertentu.

(4) Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia, tidak disengaja, dan tidak dapat dihindarkan.

(5) Penjualan hasil Pengolahan ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan Pos Tarif/HS (Harmonized System) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(6) Penjualan hasil Pengolahan ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan ketentuan: a. memenuhi batasan minimum Pengolahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan; dan b. membayar bea keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (RI)