JAKARTA– PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), perusahaan tambang emas dan tembaga di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat yang juga anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), tidak memperpanjang kontrak kerja terhadap hampir 300 karyawan pada awal 2020.

Beberapa orang di antara karyawan AMNT yang tidak diperpanjang kontraknya itu adalah staf senior. Mereka telah mengawali karier belasan tahun sejak bergabung dengan perusahaan tambang yang sebelumnya bernama PT Newmont Nusa Tenggara.

Kartika Oktaviana, Head of Corporate Communications Amman Mineral Nusa Tenggara, mengakui bahwa manajemen Amman tidak memperpanjang karyawan yang telah habis kontrak. AMNT telah melakukan evaluasi kepada seluruh karyawan dari semua level terkait tiga indikator penilaian, yaitu kinerja, perilaku, dan rekam medis (kesehatan).

“Dari hasil tersebut, terdapat 294 orang yang tidak diperpanjang kontraknya atau sekitar 9% dari total karyawan,” ujar Kartika kepada Dunia-Energi, Rabu (22/1).

Kartika menyebutkan, manajemen AMNT menawarkan kepada 36% karyawan yang kontraknya tidak diperpanjang untuk bekerja bersama dengan mitra bisnis.

“Memang ada beberapa fungsi yang kami alihkan ke mitra bisnis karena bukan merupakan fungsi inti perusahaan sehingga bisa lebih efektif dan efisien,” katanya.

Menurut dia, tindakan korporasi ini bukan bertujuan untuk perampingan, tapi meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dapat berlari kencang untuk mencapai visi menjadi perusahaan nasional kelas dunia.

Untuk itu, manajemen AMNT perlu memastikan operasional unggul, agar bisa lebih kompetitif dan berkelanjutan. Hal ini penting mengingat manfaat yang ditimbulkan dari keberhasilan ini bukan hanya menguntungkan perusahaan dan karyawan, tapi juga pemerintah daerah, masyarakat lokal, dan pemerintah pusat.

“Kami adalah penyumbang PNBP sektor minerba terbesar di Indonesia. Selain itu, sejak beroperasi pada 2000-2016, tambang Batu Hijau telah berkontribusi sebesar 25-37% pendapatan kotor Provinsi NTB dan 75-99% PDB Kabupaten Sumbawa Barat,” ujarnya.

Kartika menyebutkan, kebijakan ini diambil manajemen AMNT karena perusahaan ingin meningkatkan efektivitas dan produktivitas agar bisa mencapai visi menjadi perusahaan nasional kelas dunia.

“Kami sudah melakukan perencanaan dengan matang sehingga operasional perusahaan tidak akan terdampak dengan berakhirnya kontrak sejumlah karyawan,” ujarnya.

AMNT sebelumnya juga telah melakukan perampingan karyawan. Pada pertengahan 2017, AMNT melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 500-700 karyawan dengan alasan efisiensi karena operasional Fase Tujuh Blok Batu Hijau menurun. Perampingan karyawan yang sifatnya sukarela itu sudah dilaporkan ke pemerintah.

Tambang Batu Hijau sebelumnya dikelola oleh PT Newmont Nusa Tenggara, perusahaan asal Amerika Serikat. Perusahaan tambang NNT berubah nama jadi AMNT menyusul telah tuntasnya transaksi akuisisi 82,2% saham NNT oleh perusahaan nasional PT Amman Mineral Internasional (AMI) pada November 2016. Dengan selesainya transaksi, pemilik saham NNT menjadi AMI 82,2% dan PT Pukuafu Indah 17,8%.

AMI dimiliki AP Investment dan PT Medco Energi Internasional Tbk. Dalam transaksi pembelian saham NNT ini, AMI didukung bank BUMN, yaitu BRI, Mandiri, dan BNI.

Transaksi akuisisi NNT itu pertama kali diumumkan pada 30 Juni 2016 dan sudah mendapatkan persetujuan pemerintah. Pada 30 Juni 2016, Medco Energi mengumumkan nilai transaksi akuisisi mencapai US$2,6 miliar atau setara Rp34 triliun.
Amman yang sebelumnya Newmont, beroperasi berdasarkan kontrak karya generasi ke-4 yang ditandatangani pada 2 Desember 1986 dan kegiatan operasi secara penuh dimulai 2000.

Perusahaan mengoperasikan tambang tembaga dan emas Batu Hijau yang berskala dunia di Pulau Sumbawa, NTB. Sesuai kontrak karya, NNT juga memiliki cadangan emas dan tembaga yang besar di Elang. (DR)