JAKARTA – PT Pertamina (Persero) memulai proses pembangunan teminal LPG untuk wilayah Indonesia Timur. Ada empat wilayah yang dijadikan lokasi pembangunan,  yaitu Kupang (Nusa Tenggara Timur), Bima (Nusa Tenggara Barat), Ambon (Maluku) dan Jayapura (Papua).

Gandhi Sriwidodo, Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina, mengatakan, pembangunan terminal LPG bertujuan untuk mendukung program konversi BBM ke LPG yang dicanangkan pemerintah. Pertamina terus membangun infrastruktur energi khususnya di wilayah Indonesia Timur. Untuk pembangunan keempat Terminal LPG tersebut Pertamina mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 1,2 Triliun.

“Infrastruktur hilir tersebut nantinya akan memperkuat distribusi LPG di wilayah Indonesia Timur, sekaligus mendukung program pemerintah, agar masyarakat mulai beralih dari minyak tanah ke LPG,” kata Gandhi Sriwidodo, Selasa (2/4).

Menurut Gandhi, fasilitas utama yang akan dibangun di masing-masing lokasi terminal LPG baru ini antara lain tangki spherical sebagai fasilitas penyimpanan utama, fasilitas pengisian LPG ke mobil tangki, dan dermaga untuk penerimaan LPG dari kapal tanker. Nantinya jalur distribusi LPG akan mengandalkan jalur laut, sehingga lebih efisien dalam pengangkutannya.

Pembangunan terminal LPG merupakan tindak lanjut dari penugasan pemerintah melalui Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 2157 K/10/MEM/2017 tentang penugasan kepada Pertamina dalam pembangunan dan pengoperasian tangki penyimpanan bahan bakar minyak dan LPG. “Proyek pembangunan terminal LPG sepenuhnya menggunakan anggaran biaya investasi dari internal Pertamina yang telah dianggarkan sebelumnya,” ungkap Gandhi.

Adapun keempat lokasi ini nantinya akan dibangun dengan jumlah kapasitas tangki LPG yang berbeda-beda.

Terminal LPG Kupang (NTT) akan dibangun dengan kapasitas 2 x 500 MT, Terminal LPG Bima (NTB) akan dibangun dengan kapasitas 1 x 1.000 MT sedangkan untuk Terminal LPG Ambon (Maluku) akan dibangun dengan kapasitas 2 x 1.000 MT dan Terminal LPG Jayapura (Papua) akan dibangun dengan kapasitas 2 X 1.000 MT.

“Terminal LPG akan dibangun dalam area terminal BBM eksisting. Kami juga akan mengevaluasi kebutuhan di masa yang akan datang. Jika dirasa perlu untuk melakukan penambahan, kami akan melakukan sesuai dengan laju konsumsi LPG masyarakat dan pertumbuhan penduduk di sana,” kata Gandhi.

Pembangunan terminal LPG juga akan memberikan dampak positif, antara lain penyediaan lapangan kerja baru, baik pada saat tahap konstruksi yang dijadwalkan selama 18 bulan dan setelah beroperasi kelak.

Selain juga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk pembangunan, serta memunculkan dampak ikutan berupa usaha-usaha jasa penunjang seperti katering atau kuliner, laundry, dan lain-lain.

Selain itu, dengan beroperasinya Terminal LPG diharapkan juga memberikan dampak pada penurunan harga jual LPG, khususnya Non-PSO di masyarakat.

Saat ini harga jual LPG di wilayah Nusa Tenggara Timur (Timor, Flores dan Sumba) untuk LPG 12 Kg dan Bright Gas 12 kg berada di kisaran Rp195 ribu-Rp225 ribu per tabung sementara Bright Gas 5,5 Kg sekitar Rp110 ribu-Rp135 ribu per tabung.

Beroperasinya Terminal LPG Kupang dan dengan pembangunan SPPBE ke depannya, maka harga akan turun menjadi sekitar Rp 155-170 ribu per tabung untuk Elpiji 12 Kg dan Bright Gas 12 kg, serta Rp 72-85 ribu per tabung untuk Bright Gas 5,5 K.

“Penurunan terjadi karena sebelumnya para Agen LPG Non PSO di Wilayah NTT melakukan pengisian di Surabaya. Namun setelah Terminal LPG Kupang beroperasi dan adanya rencana pembangunan SPPBE maka rantai supply menjadi lebih pendek, dan harga menjadi lebih kompetitif. Harga jual diperkirakan akan sama dengan wilayah NTB,” kata Gandhi.(RI)