JAKARTA – Sejak masuknya Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) ke dalam Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022, DPR RI bersama Pemerintah secara intensif terus menggodok demi menciptakan kepastian hukum, penguatan kelembagaan dan tata kelola, penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan energi baru dan energi terbarukan.

Namun, ketidakhadiran pasal yang mengatur peran perusahaan rintisan (startup) dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia, menggambarkan kurangnya komitmen pemerintah dalam mendukung inovator lokal guna mencapai kemandirian teknologi di bidang
energi serta pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia.

Oleh karena itu, pada Senin (16/1/2023), Komunitas Startup Teknologi Energi Bersih (KSTEB) melakukan audiensi ke Komisi VII DPR RI dan disambut dengan baik oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Dony Maryadi Oekon beserta anggota Komisi VII lainnya yang hadir secara luring dan daring. Audiensi ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi mengenai beberapa pasal
pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU EBET tertanggal 11 Desember 2022 yang berpotensi menghambat pengembangan energi terbarukan dan pertumbuhan ekosistem Startup Teknologi Energi Bersih (STEB) di Indonesia.

Dalam kesempatan ini, KSTEB menyampaikan kritik atas perubahan beberapa pasal di DIM RUU EBET dan meminta Komisi VII DPR untuk mempertimbangkan rekomendasi kebijakan. Selain RUU EBET, anggota KSTEB yang hadir juga diberikan kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan Komisi VII DPR RI mengenai isu PLTS atap di Indonesia.

Dalam konteks startup teknologi energi bersih (STEB), Pamela Simamora, perwakilan KSTEB, menyampaikan bahwa selama ini perhatian pemerintah terhadap STEB masih rendah. Terbukti, di dalam RUU EBET, belum ada pasal yang mengatur peran perusahaan rintisan (startup) dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. KSTEB juga merasa bahwa keikutsertaan STEB dalam perumusan kebiijakan masih sangat minim.

“Selama ini, pendiri (founder) STEB masih mengandalkan dana pribadi dalam pengembangan bisnisnya akibat masih minimnya dukungan pemerintah dan perhatian investor. Padahal, dengan berkembangnya STEB, akan menghadirkan inovasi dan kemandirian energi serta
berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia,” ujar Pamela.

Dukungan pemerintah, kata Pamela, terutama dibutuhkan untuk membantu pendanaan riset dan pengembangan (R&D) yang dilakukan oleh STEB. KSTEB berharap RUU EBET dapat mengintegrasikan perusahaan rintisan ke dalam pasal-pasalnya untuk memberikan kepastian hukum atas pengembangan STEB di Indonesia.

Rekomendasi lainnya juga disampaikan oleh Pintoko Aji, Anggota KSTEB dan pendiri Kincir Island. Pintoko menyarankan untuk mengembalikan Bab XII tentang partisipasi masyarakat baik individu maupun kelompok untuk memberikan penyediaan energi terbarukan yang dihapus oleh Pemerintah.

Melengkapi pemaparan Pamela dan Pintoko, Erlangga Bayu Rahmanda, anggota KSTEB
sekaligus pendiri BTI Energy, berkesempatan menyampaikan keresahannya kepada PT PLN (Persero) yang membatasi pemasangan PLTS atap.

“Sudah setahun masyarakat hanya bisa memasang PLTS atap dengan kapasitas 10-15% dari daya terpasang,” ujarnya.

Erlangga juga mengungkapkan kekecewaannya kepada Pemerintah, khususnya Kementerian ESDM, yang dirasa gagal menjadi ujung tombak transisi energi di Indonesia.
“Adanya penghapusan skema ekspor impor dari yang semula 100% menjadi 0% serta
pembatasan instalasi PLTS atap dengan penggunaan sistem kuota dari pemegang IUPTLU pada revisi Permen ESDM No. 26 tahun 2021 baru-baru ini sangat mengecewakan,” ujarnya.

Menurut Erlangga, Kementerian ESDM yang seharusnya menjadi ujung tombak perkembangan EBT malah terkesan
‘ikut-ikutan’ PLN.

Dalam kesempatan ini turut hadir juga para inovator daerah sekaligus anggota KSTEB secara virtual. Chris Longdong, selaku pendiri dari Waus Energy, bercerita bahwa di daerahnya, Manado, kerap terjadi kelangkaan solar. Melalui produk bio-synthetic solar
ciptaannya, dapat membantu pemerintah menanggulangi permasalahan kelangkaan solar tersebut.

KSTEB sebagai wadah bagi inovator-inovator Indonesia yang bergerak di bidang energi yakin bahwa keterlibatan STEB dalam transisi energi bukan hanya membantu pemerintah pusat dan daerah untuk mengakselerasi pengembangan energi terbarukan, namun juga membantu pemerintah memecahkan permasalahan yang dihadapi di daerah.

“Pemerintah perlu mengikutsertakan inovator-inovator lokal untuk membantu pemerintah
memecahkan masalah-masalah lokal,” ujar Pamela.

Menanggapi berbagai keluh kesah serta saran dari KSTEB, Dony Maryadi Oekon, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai PDI Perjuangan, mengapresiasi aspirasi dan masukan yang disampaikan.

Menindaklanjuti audiensi ini, Komisi VII DPR RI dalam rapat pembahasan RUU EBET yang dijadwalkan akan dilaksakan pada minggu keempat Januari 2023 menjanjikan
untuk mempertimbangkan saran dan rekomendasi KSTEB dalam rapat tersebut.(RA)

Beberapa rekomendasi KSTEB yang perlu menjadi pehatian bagi Pemerintah dan DPR terkait DIM RUU EBET diantaranya adalah:
1. Menghapus kata “energi baru” dan memfokuskan RUU untuk “energi terbarukan”.
2. Menyebutkan perusahaan rintisan (startup) secara eksplisit dalam RUU EBET untuk memberikan kepastian hukum bagi pengembangan startup teknologi energi bersih di Indonesia.
3. Mengembalikan kata “wajib” dalam Pasal 50 ayat 4 untuk mendukung kegiatan R&D teknologi energi terbarukan di Indonesia
4. Mengembalikan keterangan mengenai “pihak ketiga” dan menambahkan “perusahaan rintisan” ke dalam daftar pihak ketiga pada Pasal 50 ayat 5
5. Menugaskan K/L tertentu untuk mengelola dana dan aktivitas penelitian serta pengembangan teknologi energi terbarukan.
6. Mewajibkan pemberian insentif untuk energi terbarukan setidak-tidaknya hingga mencapai nilai keekonomiannya (Pasal 55)
7. Mengikutsertakan net-metering sebagai bentuk insentif untuk energi terbarukan,
khususnya energi surya (Pasal 55)
8.Mengembalikan kata “wajib” dalam pengalokasian dana EBET oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah yang diatur dalam Pasal 56 ayat 1
9. Mengembalikan pasal 56 ayat 3, dimana pasal tersebut memberikan kejelasan terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mengakses dana EBET serta adanya subsidi energi terbarukan.
10. Berkaca pada kasus dimana PLN tidak mengikuti Permen ESDM No. 26 tahun 2021
mengenai PLTS atap, pemerintah pusat atau regulator harus memastikan bahwa
peraturan harga jual energi terbarukan yang sudah ditentukan akan diikuti oleh semua pihak termasuk PLN (law enforcement) serta memberikan konsekuensi dari pembangkangan peraturan terkait harga jual energi terbarukan.