JAKARTA – Proyek Jambaran Tiung Biru yang merupakan salah satu proyek strategis nasional di sektor hulu migas kembali alami cobaan. Kali ini proyek yang dikelola oleh PT Pertamina EP Cepu (PEPC) itu terancam kembali molor penyelesaiannya. PT Rekayasa Industri (Rekind) sebagai kontraktor pelaksana proyek diketahui mengalami kesulitan keuangan sehingga berdampak langsung pada pengerjaan proyek JTB.

Julius Wiratno, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan telah mendapatkan informasi terkait masalah keuangan tersebut. Dia berharap bisa segera ditemukan jalan keluar agar kemungkinan molornya proyek tidak terjadi.

“Tetap kita usahakan onstream di pertengahan tahun 2022 ini. Kita bantu dengan berbagai cara, baik secara financing maupun teknikal di lapangan, berbagai cara harus kita lakukan,” kata Julius kepada Dunia Energi (28/2).

Menurut Julius perlu ada kerja sama berbagai pihak untuk bisa menemukan solusi dari masalah keuangan yang dialami Rekind. Misalnya induk usaha Rekind bisa turun tangan langsung termasuk Pertamina sebagai pengelola lapangan JTB.

“Betul memang katanya ada kesulitan keuangan, kan bisa kita bantu dari Pupuk Indonesia sebagai pemegang saham mayoritasnya dan juga Pertamina bisa membantu dengan segala usaha. Semuanya untuk percepatan onstream,” jelas Julius.

Proyek JTB merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) sektor energi yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam Perpres Nomor 109 tahun 2020.

Proyek JTB yang diharapkan menjadi salah satu penghasil gas terbesar di Indonesia memiliki kapasitas produksi gas yang mencapai 192 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day). Dimana 100 MMSCFD telah dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan gas pembangkit listrik milik PT PLN (Persero).

Konstruksi proyek JTB sendiri dikerjakan oleh PT Rekayasa Industri (Rekind) bersama anggota konsorsium lainnya dengan nilai investasi US$1,53 miliar, terdiri dari pengerjaan FEED (Front End Engineering Design), Land Acquisition (Pengadaan Tanah), Kontrak EPC Early Civil Works, Kontrak EPC GPF serta Drilling (Pemboran Sumur). Adapun nilai Kontrak EPC GPF (Konsorsium Rekind-JGC-JGC Indonesia) adalah sebesar US$983 juta.

Proyek yang diambil alih Pertamina dari Exxonmobil itu ditargetkan akan menghasilkan produksi rata‐rata raw gas sebesar 315 juta kaki kubik (MMSCFD) yang disalurkan melalui pipa transmisi Gresik‐Semarang yang saat ini dalam proses persiapan uji coba oleh PT Pertamina Gas (Pertagas). Optimasi desain melalui perubahan teknologi pada unit GPF menghasilkan potensi tambahan produksi hingga 20 MMSCFD, sehingga terdapat peningkatan produksi penjualan sales gas dari 172 MMSCFD menjadi 192 MMSCFD. (RI)