JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini ementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melarang pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) bekerja sama dengan pemilik industri untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Atap.
Padahal, saat ini banyak pelaku industri manufaktur yang mulai memasang PLTS Atap. Namun demikian, pemasangan PLTS Atap masih terkendala izin Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.

Fabby Tumiwa, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), mengatakan sesuai aturan kelistrikan dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, swasta memang tidak boleh berjualan listrik ke pengguna kalau tidak punya Wilayah Usaha (Wilus). Ini tidak hanya berlaku untuk PLTS tapi juga semua pembangkit.
“Oleh karena itu pada dasarnya untuk PLTS Atap industri tidak pakai skema IPP tapi skema beli sistem PLTS langsung (CaPex & EPC) atau leasing peralatan, untuk dipakai sendiri. Tidak menggunakan skema IPP atau jual beli listrik,” katanya, kepada Dunia Energi, Senin(28/2/2022).

Menurut Fabby, ketentuan bahwa boleh menjual listrik kalau punya wilus (wilayah usaha) itu adalah peraturan yang tidak lagi relevan dengan era sekarang. Teknologi pembangkit energi terbarukan khususnya PLTS lebih terjangkau dan bisa diakses masyarakat luas. Apalagi dengan adanya transisi energi dan target dekarbonisasi (net zero emission/NZE) maka transformasi sistem energi berbasis energi terbarukan harus melibatkan partisipasi berbagai kalangan termasuk masyarakat, yang bisa membangun pembangkit energi terdistribusi (distributes energy resources).
“Dengan ini pengguna listrik juga bisa menjadi produsen listrik atau prosumer. Dampaknya? PT PLN (Persero) atau pemerintah tidak harus mengeluarkan kapital yang besar untuk menyediakan pembangkit. PLN bisa fokus pada pengembangan transmisi dan distribusi, storage dan sistem kontrol,” ujar Fabby.

Selain itu, kata dia, sistem kelistrikan bisa lebih optimal dan efisien karena energi listrik bisa langsung diproduksi dan dipakai di tempat dan sisanya ditransmisikan.

“Regulasi kelistrikan perlu mereformasi industri listrik dan menyediakan akses bebas ke transmisi dan membolehkan adanya jual beli listrik antar pelanggan, dan model bisnis yang lebih inovatif,” kata Fabby.(RA)