JAKARTA – PT Pertamina (Persero) membukukan laba bersih unaudited US$753 juta hingga kuartal III 2019. Raihan laba bersih tersebut belum memasukkan perhitungan kompensasi penyaluran BBM, khusus penugasan berjenis premium yang bisa diklaim Pertamina ke pemerintah.

Pahala N Mansury, Direktur Keuangan Pertamina, mengatakan hingga September jumlah perhitungan kompensasi cukup besar,  bahkan lebih dari perolehan laba bersih yang sudah tercatat.

“Kuartal III laba kami kurang lebih US$753 juta. Kalau kami masukkan komponen penggantian ataupun kompensasi untuk selisih harga jual itu ada kurang lebih sekitar US$1 miliar,  jadi kurang lebih di kisaran US$1,7 miliar kalau termasuk potensi pendapatan dari kompensasi,” kata Pahala ditemui di Jakarta, Kamis (7/11).

Menurut Pahala, kompensasi belum bisa dimasukkan lantaran masih harus melalui proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Serta kondisi kemampuan keuangan negara yang juga positif.

“Biasanya kompensasi harus menunggu adanya audit BPK dan keputusan Menkeu,” tukasnya.

Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan realisasi kinerja hingga kuartal III tahun ini meningkat lebih dari 400% dibanding realisasi periode yang sama tahun lalu.

Laba bersih tercatat US​$ 753 juta atau meningkat 427% dari tahun lalu,” ujar dia.

Rendahnya rata-rata ICP berpengaruh terhadap pendapatan Pertamina, sehingga turun dibandingkan tahun lalu. ​”Turun sedikit, tapi cukup stabil.  Ya, crude yang memang related dengan hal ini,” kata Fajriyah.

Menurut Fajriyah, peningkatan laba bersih  disebabkan turunnya beban pokok penjualan sekitar 5%. hal t​er​s​e​b​ut​ didorong oleh penurunan beban produksi dan keberhasilan dalam menurunkan nilai impor crude sekitar 41%  dan nilai impor produk BBM 21%. Rata-rata harga minyak dunia sejak Januari-September juga turut berpengaruh terhadap kinerja laba bersih periode sembilan tahun ini. “Hal ini juga dipengaruhi oleh harga rata-rata ICP yang tercatat sebesar US$ 62,03 per barel,” kata Fajriyah.

Investasi

Untuk investasi, hingga September realisasinya belum mencapai 50% dari target yang dipatok sebesar US$4,3 miliar.

Menurut Pahala, investasi baru digenjot menjelang akhir tahun. Hingga September, investasi baru mendekati 45%.

“Biasanya akselerasi dari pada belanja modal atau capital expenditure (capex) baru mendekati akhir tahun. Total rencana untuk tahun ini kurang lebih US$4,3 miliar, Insyallah ini akan bisa tercapainya di akhir tahun,” ujarnya

Sektor hulu masih mendominasi serapan investasi perusahaan dengan porsi lebih dari 60% atau sekitar US$2,6 miliar.

PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) menjadi entitas yang cukup banyak menyerap investasi hulu tahun ini.

“Paling besar pengembangan di PHI,  khususnya di Blok Mahakam yang kontribusinya paling besar dari total investasi US$2,6 miliar tadi kurang lebih US$ 900 juta – US$ 1 miliar untuk pengembangan Blok Mahakam,” ujarnya.

Untuk sektor hilir, pembangunan kilang paling banyak menyerap investasi. Pengembangan kilang yang paling terlihat progress-nya adalah Kilang Balikpapan.

“Di hilir paling besar komponen di kilang, itu total sampai akhir tahun kurang lebih US$800 juta,” kata Pahala.

Pada awal tahun ini, manajemen Pertamina memproyeksikan perolehan laba bersih perusahaan hanya sekitar US$1,5 miliar. Proyeksi itu jauh dibawah realisasi laba bersih tahun lalu sebesar US$ 2,53 miliar. Proyeksi penurunan laba bersih ini diakibatkan oleh prediksi realisasi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang juga alami penurunan.

“Karena dari sisi sensitivitas yang memengaruhi profitabilitas kami itu dari harga ICP,” kata Pahala.

Kinerja keuangan Pertamina tahun lalu sebenarnya juga banyak terdongkrak berkat adanya kompensasi dari pemerintah atas selisih harga penjualan BBM jenis penugasan atau premium antara harga di formula dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Adapun jumlah kompensasi dari selisih harga yang didapatkan Pertamina tahun lalu mencapai US$ 3,1 miliar.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 43 Tahun 2018 tentang perubahan atas Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak sudah diatur dalam pasal 14 ayat 10 mengenai kemungkinan penggantian biaya oleh pemerintah.(RI)