JAKARTA – Lahan untuk lokasi pembangunan fasilitas produksi berupa kilang Liquefied Natural Gas (LNG) Masela siap untuk digunakan.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) mengklaim proses pengadaan lahan untuk proyek sebesar ini terbilang cepat dan bisa dikatakan pertama kalinya terjadi.

Proses pembebasan lahan selama ini menjadi masalah serius dalam industri migas nasional,sehingga hal itu menjadi salah satu fokus atau perhatian SKK Migas.

Menurut Dwi, dengan koordinasi yang cukup baik dengan pihak pemerintah daerah, pengadaan lahan proyek Masela mendapat kemudahan.

”Contohnya kemarin waktu kami mengajukan rekomendasi untuk penggunaan lahan kehutanan dari pak gubernur. Kira-kira cuma satu minggu. That is the fastest. Saya kira sekitar 900-1.000 hektar. Kalau menurut data teman-teman paling cepat (proses perizinan),” kata Dwi ditemui di Jakarta, Selasa (19/11).

Kilang LNG Masela nanti diproyeksikan memiliki kapasitas pengolahan sebesar 9,5 Metrik Ton Per Annum (MTPA) per tahun serta gas pipa sebesar 150 juta kaki kubik per hari (mmscfd).

Proyek Masela merupakan proyek gas terbesar yang pernah dikerjakan di Indonesia dengan total investasi antara US$ 18 miliar – US$ 20 miliar proyek ini ditargetkan rampung pada 2027. Untuk itu ketepatan waktu saat proses pengadaan lahan sangat penting.

Ada empat fasilitas utama yang akan dibangun Inpex. Pertama pembangunan dan pengoperasian sumur gas bawah laut dan fasilitas SURF (Subsea Umbilicals, Risers and Flowlines) di lepas pantai Arafura. Kedua, pembangunan FPSO (Floating Production, Storage and Offloading Facilities) atau fasilitas pengolahan di lepas pantai Arafura. Fasilitas ketiga yang dibangun adalah GEP (Gas Export Pipeline) atau pipa gas bawah laut dari FPSO ke GRF (Gas Receiving Facility) atau fasilitas penerima gas di darat, dan terakhir fasilitas Kilang OLNG (Onshore Liquefied Natural Gas) di darat.

Saat ini proses desain awal atau Front End Engineering Design (FEED) Masela baru dimulai dengan pelaksanaan lelang FEED.

Setelah selesai SKK Migas bersama Inpex baru akan membahas berbagai kebutuhan lain dalam pembangunan fasilitas termasuk pusat logistik.

Dalam pusat logistik tersebut beberapa syarat memang harus dipenuhi termasuk sarana sarana logistik dan transportasi.

“Review dulu baru, desainnyakan belum selesai. Nanti kan kalau desain selesai kecocokan apa yang dibutuhkankan selesai desain keluar,” ujar Dwi.

Setelah FEED maka tahapan yang harus dikejar berikutnya adalah Keputusan Akhir Investasi atau FID (Final Investment Decision), tahapan Konstruksi atau EPCI (Engineering, Procurement, Construction and Installation) dan tahapan produksi.

Adapun gambaran umum skema proyek LNG Abadi adalah, pertama-tama, pengembangan akan dilakukan dengan membuat fasilitas sumur pemboran bawah laut dan fasilitas SURF yaitu mengumpulkan gas dari sumur-sumur produksi gas alam di dasar laut pada kedalaman kira-kira 600 meter dari permukaan laut.

Dari sumur pemboran bawah laut, gas alam tersebut akan disalurkan melewati fasilitas SURF ke Fasilitas Pengolahan Lepas Pantai (FPSO) dimana dalam fasilitas ini, gas dan kandungan kondensat akan dipisahkan. Selanjutnya, gas kering sebagai hasil dari pemisahan tersebut akan dialirkan ke Kilang LNG Darat melalui pipa sepanjang kira-kira 175 kilometer dan melewati palung sedalam 1600 m dibawah laut.(RI)