JAKARTA – Permasalahan nilai tambah dan pemanfaatan mineral dan batu bara (Minerba) dianggap masih jauh dari harapan. Pemerintah dinilai masih terjebak birokrasi dibanding membuat terobosan untuk terwujudnya nilai tambah dan pemanfaatan untuk nasional.

“Oleh sebab itu, perlu dipikirkan oleh pemerintah untuk melakukan program dorongan (encouraging) daripada denalty karena permasalahan pembangunan peningkatan nilai tambah berkaitan dengan teknis dan non teknis,” kata Disan Budi Santoso, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Resources Strategic Studies (CIRUSS) di Jakarta, Senin (30/12).

Disan menambahkan permasalahan teknis adalah sumber daya dan cadangan yang memadai, lingkungan, infrastruktur dan teknologi pengolahan. Permasalahan non‐teknis adalah perizinan, lingkungan sosial, pembiayaan dan off taker. Permasalahan tersebut tidak bisa dan hanya dihadapi oleh pembangun pabrik pengolahan.

Butuh insentif yang menarik (offtaker, kemudahan perizinan, finansial dan fiskal) dimana perlu dilakukan tindakan pro‐aktif daripada pemerintah hanya sekadar jadi polisi permasalahan yang dihadapi baik teknis dan non teknis tidak bisa dihadapi oleh pelaku sendiri. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) harus berdasarkan kajian yang sesungguhnya dengan memberikan kemudahan‐kemudahan dan sebaiknya menjadi “short cut” dalam pengembangan industri pengolahan dan pemanfaatan.

Harus dikaji penghambat pengembangan pengolah dan pemurnian independen yang berkaitan dengan pajak ganda yang menyebabkan daya saing produk hilir. Selain itu, diperlukan kebijakan untuk mineral ikutan.

“Hilangkan ego sektoral untuk tujuan dan kepentingan nasional. Antara Kementerian ESDM dan Perindustrian harus didasarkan pada manfaat sesuai dengan tujuan nasional bukan semata‐mata PNBP,” tandas Disan.(RA)