JAKARTA – Perusahaan penunjang jasa hulu migas mulai merasakan dampak dari rendahnya harga minyak dunia sepanjang kuartal I 2020. Para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sudah mulai mengajukan renegosiasi kontrak. Irto P Ginting, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Drilling Service Indonesia (PDSI), mengatakan sudah ada beberapa mitra PDSI yang mengajukan renegosiasi kontrak.

“Sudah ada yang memberikan sinyal untuk renegosiasi dari KKKS. Namun tentunya program kegiatan dari customer harus tetap terlaksana, oleh karena itu harus ada solusi dari kedua belah pihak,” kata Irto kepada Dunia Energi, Selasa (14/4).

Menurut Irto, baik PDSI ataupun mitra atau pelanggannya tetap mempertimbangkan target lifting yang ditetapkan pemerintah, tapi juga tidak bisa dipungkiri keekonomian proyek hulu migas pada saat sekarang jadi pertimbangan utama. “Kami kan ikut mengamankan tujuan besarnya, produksi nasional,”tukasnya.

Dalam negosiasi juga dibahas bagaimana efisiensi dilakukan, tapi produktivitas tetap tinggi. “Misalnya opsi dengan budget tertentu tapi menghasilkan pelaksanaan pekerjaan lebih banyak. Jadi prinsipnya meningkatkan produktivitas dan efisiensi,” kata Irto.

Wargono Soenarko, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI), mengaku pasrah dengan kondisi harga minyak sekarang ini. Dia menyatakan para perusahaan pemboran migas sudah terpukul dengan kondisi harga minyak beberapa tahun lalu. Keterpurukan saat itu ternyata belum pulih benar.

Sangat disayangkan jasa penunjang migas belum dapat pulih dari keadaan tidak stabil. Dengan adanya deregulasi oleh kabinet yang sekarang sudah ditimpa lagi masalah baru karena Covid-19 hingga turunnya harga minyak mentah sampai dibawah US$30 per barel. Padahal biaya produksi minyak di Indonesia rata-rata US$45 per barel.

“Jadi susah untuk saya menceritakan keadaan perusahaan jasa penujang migas, terutama jasa pengeboran. Negara saja repot mikirin rakyatnya agar bisa keluar dari kemelut ini, boro-boro mikirin kita,” kata Wargono.

Menurut Wargono, harapan bagi para perusahaan pengeboran saat ini adalah solusi jangka panjang dari sisi regulasi. “Satu saja diselesaikan yaitu revisi Undang-Undang Migas,” tegas Wargono.(RI)