JAKARTA – Setelah 2050 energi dunia akan dimonopoli oleh energi matahari, angin, dan air. Namun, penggunaan energi hijau yang terbarukan di Indonesia masih harus melalui jalan yang berliku. Padahal Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi sudah mengatur arah dan kebijakan energi nasional.

Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan pemerintah tidak fokus menangani persoalan energi terbarukan. Ia menyarankan agar pemerintah dan semua pihak untuk mengacu kepada UU yang sudah ada. Dan untuk melakukan hal ini harus ada political will yang kuat dari pemerintah.

“Sudah dibuat perkiraan kebutuhan energi untuk Indonesia pada 2030-2050, dengan didasari pada pertumbuhan ekonomi.Itu ada rumusnya untuk menghitung kebutuhan energi, namanya supply side management. Sekarang kita tidak tahu di mana kebutuhannya. Karena itu harus dibuat demand side management,” kata Surya, Selasa (21/9).

Ia menjelaskan, sejalan dengan potensi yang dimiliki maka terdapat dua hal yang perlu diatur yakni Renewable Energy Based Industrial Development (Rebid) dan Renewable Energy Based Economic Development (Rebad).

“Contohnya di Kayan, Kalimantan Utara, yang memiliki potensi energi air cukup besar perlu dibangun kawasan industri di sekitarnya. Bukan dibangun di Cikarang. Nanti kalau sudah jadi barang produksinya baru kita angkut ke tempat tujuan. Inilah yang disebut demand side management. Konsep yang digunakan adalah Renewable Energy Based Industrial Development (Rebid) dan Renewable Energy Based Economic Development,” ungkap Surya.

Menurut Surya yang juga Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Energi Terbarukan, pemerintah sudah seharusnya memberikan kemudahan kepada investor yang ingin investasi di sektor energi terbarukan ini. Suasana harus dikondisikan, regulasi harus atraktif, begitu juga dengan situasi politik, keamanan, ekonomi dan semuanya.

“Agar mereka bisa berharap setelah berinvestasi modalnya bisa kembali. Dan yang terpenting adalah kepastian hukum. Urusannya tidak berbelit, transparan dan soal perizinan juga jelas,” katanya.

Surya menekankan bahwa pihaknya telah mengusulkan Komisi Energi Nasional yang dipimpin oleh Wakil Presiden. Dalam pembahasan namanya berubah menjadi Badan Energi Nasional yang dipimpin oleh Presiden.

“Akhirnya tidak efektif karena presiden menyerahkan tugas ini kepada Menteri ESDM. Perencanaan sudah ada tapi eksekusinya tidak konsisten,” kata Surya Darma yang menjadi ketua tim perumus UU Energi.(RA)