JAKARTA- Indonesia tercatat memiliki potensi energi panas bumi sebesar 11 gigawatt (GW) dengan cadangan sebesar 17,5 GW. Sementara pemanfaatan terhadap potensi tersebut baru 0,4% atau sebesar 1,9 GW.

Ida Nuryatin Finahari, Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, mengatakan terkait dengan pengembangan panas bumi diperlukan studi, kajian dan policy brief kebijakan tarif energi baru terbarukan (EBT). Serta kajian mengenai pergeserahan arah kebijakan sebagai justifikasi pentingnya panas bumi dalam capaian target EBT.

“Kajian tersebut akan dilakukan oleh UNDP, sesuai arahan kami (DITJEN EBTKE). Kajian tersebut juga terkait reduksi emisi gas rumah kaca (GRK),” kata Ida kepada Dunia Energi, Kamis (23/1).

Ida menambahkan, pemerintah juga mengupayakan adanya perluasan implementasi pengembangan fasilitas-fasilitas EBT yang efektif secara biaya dengan menggunakan prinsip-prinsip best practice (Marginal Abatement Cost Curve/MACC) yang saat ini dilaksanakan pada empat provinsi, yaitu Jambi, Riau, NTT dan Sulawesi Barat.

Kementerian ESDM menyebutkan kapasitas pembangkit listrik EBT pada 2019 mencapai 10.843 megawatt (MW) dengan tambahan kapasitas sebesar 376 MW dari tahun sebelumnya. Capaian tersebut mayoritas dari Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) sebesar 182,3 MW. Kontribusi PLTP tersebut berasal dari PLTP Lumut Balai 55 MW, PLTP Sorik Marapi 42,3 MW, dan PLTP Muaralaboh 85 MW.(RA)