JAKARTA – Isu energi dan tata kelola dianggap kurang dielaborasi dalam debat Pemilihan Presiden (Pilpres) putaran kedua yang mengangkat isu infrastruktur, pangan, energi, sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup yang berlangsung 17 Februari 2019 di Jakarta.

Maryati Abdullah, Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, mengatakan pengembangan infrastruktur energi dan pengendalian produksi batu bara sama sekali tidak disinggung.

“Infrastruktur energi sama sekali tidak disinggung. Padahal, persoalan mahalnya harga gas di hilir banyak ditengarai oleh mandeknya pengembangan fasilitas pengolahan, transportasi, dan pemanfaatan  gas bumi seperti LNG Plants dan pipa gas. Belum lagi, pemanfaatan gas untuk transportasi dan rumah tangga guna mengurangi impor minyak tidak diungkapkan oleh kedua Capres,” kata Maryati di Jakarta, Rabu (20/2).

Maryati menambahkan, problem pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang sarat dengan korupsi politik yang dimulai dari kebijakan penunjukan langsung, proses lelang, hingga melibatkan anggota parlemen dan partai politik, jauh-jauh hari sepertinya dihindari oleh kedua kubu. Padahal, komitmen dan slogan untuk memotong rantai mafia sejatinya dimulai dari keberanian untuk menyatakan sikap terkait hal ini, paling tidak melalui debat kemarin.

Demikian halnya, target pengendalian produksi batu bara nasional yang seharusnya maksimal tinggal 400 juta ton pada 2019, kembali melanggar RPJMN dan Kebijakan Energi Nasional.

Belum lagi problem tata kelola pertambangan di lapangan yang menyangkut aspek sosial dan lingkungan hidup, over eksplotasi produksi telah menimbulkan simalakama tumpang tindih izin di daerah, korban lubang tambang, dan dampak lingkungan dari pertambangan batu bara.

“Alih-alih ingin menyelamatkan rupiah dari menarik devisa, DHE (Dana Hasil Ekspor) eksportir di sektor ini juga diragukan untuk ditempatkan dalam bank-bank dalam negeri,” tandas Maryati.(RA)