TANGERANG – Industri hulu migas menjadi salah satu industri paling potensial untuk menerapkan bisnis perdagangan karbon. Penerapannya bergantung pada para pelaku usaha bisa menerapkan teknologi Carbon Capture Storage (CCS). Dengan kemampuan finansial dan teknologi yang dimiliki, industri hulu migas penerapan perdagangan karbon diyakini bisa terwujud.

Hadi Setiawan, Analis Kebijakan Kementerian Keuangan, mengungkapkan saat ini pemerintah terus bergerak memperbaiki regulasi. Saat ini usulan perbaikan regulasi sekaligus penambahan aturan pelaksana dalam pembahasan pemerintah. Turunan Peraturan Presiden No 14/2024 tentang penyelenggaraan kegiatan penangkapan dan penyimpanan karbon .

Menurut dia penerapan carbon pricing paling cocok di industri hulu migas baru bisa diimplementasikan ketika teknologi Carbon Capture Storage (CCS) sudah berjalan.

Hadi menjelaskan perdagangan karbon di industri hulu migas memang belum optimal sehingga harus distimulus dengan dukungan regulasi yang menarik. Hal ini juga yang disadari oleh pemerintah.

“Mereka (industri hulu migas) keluarin emisi caranya salah satu strategi dengan CCS kita sudah bikin aturannya. Turunannya masih proses mudah-mudahan bisa segera keluar. kalau sudah ada diharapkan migas bisa partisipasi turunkan emisi,” jelas Hadi.

Pelaku usaha sebenarnya bisa mendapatkan keuntungan lebih jika sudah menerapkan CCS. Kelebihan CCS ini yang dapat digunakan sebagai sumber pendapatan baru perusahaan.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penerapan Nilai Ekonomi Karbon Dalam Rangka Pencapaian Target NDC dan Pengendalian Emisi GRK Dalam Pembangunan Nasional, dan Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penerapan Nilai Ekonomi Karbon. Pada bulan September tahun lalu, Bursa Efek Indonesia mendirikan Bursa Karbon atau Carbon Exchange untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon. Tapi hingga kini belum ada perusahaan migas yang ambil bagian dalam perdagangan karbon secara langsung.

Edwin Hartanto, Kepala Unit Pengembangan Carbon Trading IDX Carbon, menjelaskan ekosistem dalam perdagangan karbon memang perlu lebih disiapkan. Aturan pelaksana menjadi kuncinya.

Menurut Edwin hulu migas punya peluang sangat baik dalam terlibat di bisnis perdagangan karbon apalagi jika sudah diterapkan CCS. Dalam praktiknya jika perusahaan migas punya teknologi CCS dengan kapasitas lebih besar ketimbang emisi yang dihasilkan, kelebihan kapasitas itu yang bisa ditawarkan ke pihak lain.

“Perusahan migas ini kayanya advance di teknologi CCS walaupun bilangnya masih mahal kita mau ini terus didobrak teknologi biar lama-lama harganya turun buat proyek harga karbon kredit bisa naik. Syaratnya yang harus difokuskan kalau keluarin emisi tinggi buat mereka (perusahaan) dulu kalau kapasitas carbon capture lebih, sisanya bisa dijual, peluangnya di situ,” jelas Edwin.

Riza Suarga, Indonesia Carbon Trade Associations, menilai pasar carbon di Indonesia masih belum terbiasa denan aktifitas perdagangan karbo apalagi di sektor hulu migas. Untuk itu peran lebih pemerintah sangat diperlukan membuat iklim perdagangan karbon lebih ramah terhadap pelaku usaha. “Market masih nervous tapi Indonesia pemerintahnya sangat mendukung,” kata Riza. (RI)