JAKARTA – Pemerintah telah menetapkan target produksi minyak 1 juta barel per hari tahun 2030. Dari jumlah tersebut, diharapkan kontribusi dari lapangan migas non konvensional (MNK) mencapai 100.000 barel per hari.

Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan ada tantangan tersendiri untuk bisa kembangkan MNK di tanah air. Salah satunya adalah kondisi reservoir lapangan MNK di Indonesia yang berbeda dengan kondisi reservoir MNK di Amerika.

“Kita punya milestone di mana tahun 2030 diharapkan MNK dapat berkontribusi 100.000 barel per hari. Ada tantangan tersendiri karena reservoar MNK di Indonesia berbeda dengan di Amerika. Umur reservoar kita lebih muda,” ungkap Tutuka (6/5).

Untuk itu, Pemerintah mengharapkan dapat dilakukan inovasi atau penggunaan teknologi yang tepat untuk mengembangkan MNK di Indonesia.

Pemerintah kata Tutuka menyadari bahwa untuk mengembangkan MNK memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk mendorong pengembangan MNK, telah ditetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2021 tentang tentang Tatacara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Migas.

Pada saat aturan ini berlaku, tiga peraturan lainnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku yaitu Permen ESDM Nomor 35 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, Permen ESDM Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengusahaan Gas Metana Batubara dan Permen ESDM Nomor 05 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional. “Pemerintah merevisi aturan lama. Kita upayakan supaya MNK bisa dieksplorasi,” ujar Tutuka.

Terdapat tiga langkah percepatan pengusahaan MNK yang diatur dalam aturan ini yaitu pertama, Pengusahaan MNK yang dapat dilaksanakan oleh KKKS Migas Konvensional dalam satu kontrak kerja sama.

“Kalau operator KKKS eksisting melakukan pengeboran lebih dalam dan ternyata menemukan shale oil, maka dia dapat melakukan sendiri (pengembangan MNK) atau bekerja sama dengan pihak lainnya,” jelas Tutuka.

Kemudian Biaya Studi Potensi MNK di mana biayanya sebagai bagian dari biaya operasi KKKS eksisting, baik KKKS yang bentuk kontraknya cost recovery maupun gross split.

Langkah ketiga adalah Keekonomian Lapangan yaitu KKKS dapat mengusulkan perubahan bentuk kontrak, terms and conditions atau kontrak kerja sama (KKS) baru yang memenuhi keekonomian wilayah kerja setelah pelaksanaan studi potensi MNK.

“Split bisa diusulkan KKKS karena MNK tingkat kesulitannya lebih tinggi. Seperti untuk shale oil yang lebih dalam perlu dilakukan fracturing yang massive dan ini mahal, sehingga perlu T&C yang lebih menarik,” ujar Tutuka.

Salah satu pengembangan MNK yang paling maju adalah rencana pengembangan MNK di blok Rokan. Pertamina Hulu Rokan (PHR) ternyata hingga kini masih menjalin kerjasama dengan mitra dari Amerika Serikat yakni EOG Resources untuk kembangkan MNK.

Benny Lubiantara, Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyatakan Pertamina sampai sekarang masih dalam kemitraan dengan EOG. Rencananya tahun ini pengembangan MNK di Rokan akan dimulai ditandai dengan pemboran dua sumur sekaligus. Menurut dia apabila pengeboran menunjukkan hasil yang positif maka EOG akan langsung turun tangan secara penuh mengembangkan MNK di Rokan.

“Tahun ini dua pemboran setelah itu mereka akan lihat bagus atau tidak cadangan disitu. Studi setelah pemboran sekitar 3-5 bulan bisa selesai kalau bagus baru bisa dikembangkan,” kata Benny.

Benny meminta semua pihak baik Pertamina maupun pemerintah juga serius dalam menyambut potensi investasi MNK karena dari sisi investor sudah sangat antusias. SKK Migas kata dia siap untuk memfasilitasi berbagai insentif agar MNK bisa dikembangkan.

Bahkan jika perlu negara tidak perlu menerima bagi hasil diawal, ketika sudah berjalan baru secara bertahap bisa ditingkatkan bagian negara.

“Kami di skk migas sangat mendorong itu MNK, kami siap berikat karpet merah ijin-ijin yang ada di kita tentu siap disederhanakan, semoga yang lain-lain juga bisa diberikan. Memang perlu karpet merah kalau diperlukan negara tidak dapat dulu awalnya. Ini momentumnya bagus, ada investor yang benar-benar mau. mereka itu antusias,” jelas Benny. (RI)