DENPASAR – Peningkatan bauran energi yang terbarukan yang signifikan diperlukan untuk mencapai ambisi Bali Net Zero Emission (NZE) 2045, 15 tahun lebih cepat daripada target netral karbon Indonesia. Selain itu, pemanfaatan energi terbarukan dan prinsip berkelanjutan akan menciptakan citra positif bagi aktivitas ekonomi dan pariwisata.

Ida Bagus Setiawan, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali, mengatakan sektor energi menyumbang 57% dari total emisi di Bali. Ia menuturkan pemerintah daerah akan lebih fokus dalam mengurangi emisi tersebut, di antaranya dengan menargetkan pemanfaatan 100 persen energi terbarukan di Nusa Penida di 2030.

“Nusa Penida didorong lebih awal untuk mencapai net zero emission dibanding Bali Daratan salah satunya karena isolated dari segi kelistrikan,” ujar Ida Bagus, dalam pertemuan bertajuk Towards Bali Net Zero Emission 2045 di Jayashaba, Denpasar, Bali.

Institute Essential Services Reform (IESR) yang telah secara aktif bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali sejak 2019 mendata potensi teknis energi terbarukan di Bali terbilang besar mencapai 143 GW, di antaranya potensi teknis PLTS terpasang di daratan sebesar 26 GWp dan penyimpan daya hidroelektrik terpompa (pump hydro energy storage, PHES) sebesar 5,8 GWh.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan pihaknya memproyeksikan dalam beberapa tahun ke depan populasi Nusa Penida yang pada 2022 berjumlah sekitar 62 ribu jiwa akan meningkat, juga semakin tumbuhnya sektor pariwisata akan meningkatkan permintaan energi, termasuk listrik. Hal ini dapat dipenuhi dengan energi terbarukan.
“Adanya potensi energi terbarukan yang besar dan teknologi pembangkit energi terbarukan yang tersedia, permintaan listrik yang dapat dikelola dan pola beban listrik yang relatif sama antara siang dan malam, serta dukungan PLN, membuat saya memiliki keyakinan yang tinggi bahwa sistem kelistrikan berbasis 100% energi terbarukan di Nusa Penida dapat diwujudkan sebelum 2030,” ungkap Fabby.

Menyinggung kondisi Nusa Penida yang saat ini kebutuhan listriknya salah satunya dipasok dari 7 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan kapasitas total 10 MW, Fabby menyebut penggantian PLTD dengan energi terbarukan, menjadi tantangan tersendiri.

“Tantangannya adalah mengganti 10 MW PLTD yang saat ini beroperasi dalam 2-3 tahun, dan meningkatkan kinerja PLTS Suana sehingga lebih optimal dalam setahun mendatang. IESR juga sudah melakukan kajian teknis dan hasil kajian menunjukan secara teknis-ekonomis sistem kelistrikan 100% energi terbarukan dapat dilakukan di Nusa Penida,” ujarnya.

Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, pimpinan Center of Excellent Community Based Renewable Energy (CORE), menjelaskan hasil kajiannya menakar potensi PLTS atap di bangunan pemerintah Nusa Penida bahkan mencapai 10,9 MW. Selain itu, ia menyebut PLTS skala besar potensial untuk dimanfaatkan di Nusa Penida. Menurutnya, persoalan lahan untuk memasang PLTS skala besar teratasi dengan ketersediaan lahan yang cukup di Nusa Penida

“PLTS Suana berkapasitas 3,5 MW menggunakan lahan seluas 4,5 hektare. Sementara di Nusa Penida terdapat potensi lahan sebesar 10 ribu hektar untuk PLTS skala besar,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi Bali mendeklarasikan Rencana Aksi Bali Menuju Bali Net Zero Emissions 2045 yang didukung oleh mitra utama Institute for Essential Services Reform (IESR), World Resources Institute (WRI) Indonesia, New Energy Nexus Indonesia. Dalam acara ini juga hadir mitra pendukung dari lembaga filantropi global dan nasional, yaitu Bloomberg Philanthropies, IKEA Foundation, Sequoia Climate Foundation, ClimateWorks Foundation, Tara Climate Foundation, dan Viriya ENB.(RA)