JAKARTA – Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan untuk segera menyelesaikan penyusunan peta jalan (roadmap) pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

Abdi Dharma Saragih, Kasubdit Pelayanan dan Pengawaan Usaha Aneka EBT Kementerian ESDM, mengatakan penyusunan roadmap  merupakan salah satu upaya mencapai target bauran energi 23% pada 2025 sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Paris Agreement.

“Isi dari roadmap itu nantinya mencantumkan potensi EBT di setiap daerah, regulasinya seperti apa, teknologi apa saja yang akan digunakan, dan pendanaannya. Kondisi sekarang kan masih banyak impor minyak, pengembangan energi terbarukan harus disegerakan,” kata Abdi di sela acara Launching Pameran Indo EBTKE Conex di kantornya, Jakarta, Kamis (11/7).

Abdi mengatakan dengan penyusunan roadmap diharapkan pengembangan EBT nantinya mampu mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak serta mendorong pembangunan pembangkit energi baru terbarukan. Dalam penyusunannya, akan dibentuk tim dengan fokus pendekatan, yaitu teknologi, ekonomi (dana murah) dan kebijakan.

Dengan berlakunya Paris Agreement pada 2016, maka seluruh dunia ditantang untuk dapat membatasi kenaikan temperatur global di bawah 2°C dan menuju emisi netto yang nol (net-zero emission) sebelum pertengahan abad ini. International Energy Agency (IEA) memperkirakan untuk dapat mencapai target 2°C maka sebanyak 1.520 gigawatt (GW) kapasitas pembangkit berbasis fosil di seluruh dunia, dimana 1285 GW adalah PLTU batu bara harus ditutup sebelum 2040.

Indonesia juga merupakan salah satu negara pendukung Paris Agreement dan telah meratifikasinya melalui UU No. 16/2016 dan telah menetapkan Natlonally Determined Contribution (NDC) yang menetapkan sasaran penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dengan usaha sendiri, dan tambahan 12% dengan dukungan intrnasional, sehingga menjadi 41% pada 2030. Dengan ratifikasi ini Indonesia harus ikut serta dalam upaya global mengurangi laju emisi GRK, khususnya dari sektor energi.(RA)