JAKARTA – Pengadilan federal Australia di Sydney memenangkan gugatan 15 ribu petani rumput laut dan nelayan Nusa Tenggara Tmur (NTT) atas kasus tumpahan minyak minyak dengan volume sekitar 23,5 juta liter yang mengalir ke Laut TimorĀ  dan berdampak hingga ke pesisir Indonesia.

Hakim David Yates dalam putusannya menyatakan bahwa PTTEP, perusahaan migas asal Thailand tidak menyanggah bukti bahwa mereka telah lalai dalam operasinya di ladang minyak Montara dan karenanya menghukum perusahaan tersebut untuk memberi ganti rugi sebesar Rp252 juta (A$22.500) kepada penggugat utama dari gugatan kelompok (class action) tersebut. Disisi lain, PTTEP menyatakan pikir-pikir untuk melakukan banding.

Luhut Binsar Pandjaitan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyambut baik putusan pengadilan federal Australia di Sydney yang memenangkan gugatan 15 ribu petani rumput laut dan nelayan NTT pada Jumat (19/3).

Dalam putusannya hakim mengatakan bahwa tumpahan minyak tersebut menyebabkan kerugian secara material dan menyebabkan kematian serta rusaknya rumput laut yang menjadi mata pencaharian para petani.

Menurut Luhut, langkah proaktif pemerintah dalam mendukung masyarakat NTT akhirnya membuahkan hasil.

“Ini berawal dari pembentukan Satuan Tugas yang kami bentuk pada Agustus 2018. Satgas yang saat itu dipimpin Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim saat itu, Saudara Purbaya Yudhi Sadewa langsung bekerja untuk menyatukan pandangan pemerintah dan nelayan di Laut Timor yang menjadi korban tumpahan minyak tersebut,” kata Luhut, Jumat.

Pemerintah lanjut Luhut langsung mengumpulkan data dan bukti yang dibutuhkan agar kami punya dasar yang kuat di pengadilan. “Setelah itu Satgas datang ke berdialog dengan otoritas terkait tentang kasus ini serta mendukung secara maksimal gugatan yang diajukan masyarakat NTT ke pengadilan federal Australia,” ujar Luhut.

Adapun data yang dikumpulkan Satgas untuk menjadi dasar tuntutan tersebut adalah data dari citra satelit LAPAN, data sampel minyak di Pulau Rote, data kualitas air serta data dari dampak kerugian sosial ekonomi yang ditanggung masyarakat di wilayah Timor Barat. Satgas juga membantu koordinasi pengiriman ahli-ahli dari lembaga peneliti terkemuka di Indonesia untuk menjadi saksi di sidang pengadilan di Australia.

Kasus ini berawal dari tumpahan minyak yang terjadi pada pada 21 Agustus 2009 saat anjungan minyak di lapangan Montara milik perusahaan asal Thailand, PTTEP) meledak di lepas landas kontinen Australia. Tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor selama 74 hari. Tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia. Luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92 ribu meter2. Satgas menemukan ada 13 kabupaten di NTT yang terkena dampak dari kasus Montara.(RI)