TOKYO – Mitsubishi Heavy Industries, Ltd. (MHI), dengan dukungan dari merek penyedia solusi pembangkit listriknya yakni Mitsubishi Power, telah memulai studi kelayakan penggunaan amonia sebagai bahan bakar pembangkit listrik di Indonesia. Dua proposal untuk melakukan studi tersebut baru saja disetujui oleh Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (Ministry of Economy, Trade and Industry/METI) Jepang, untuk menemukan dan memanfaatkan teknologi dan keahlian perusahaan Jepang yang canggih untuk memenuhi kebutuhan global baru akan infrastruktur serta berkontribusi pada pembangunan sosial ekonomi global. Ini merupakan bagian dari upaya mendukung dekarbonisasi energi di negara ini melalui Inisiatif Transisi Energi Asia (Asia Energy Transition Initiative / AETI).

Dalam keterangan resmi yang dilansir Corporate Communication Department Mitsubishi Heavy Industries, Ltd, Kamis(9/6), menyatakan bahwa kedua studi ini akan mengkaji kelayakan pemanfaatan amonia 2 di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya dan pembangkit listrik tenaga gas alam (PLTG) yang ada di dalam negeriberasal dari produksi minyak dan gas bumi yang melimpah di Indonesia dengan tujuan untuk membangun rantai nilai amonia terintegrasi yang mencakup produksi, transportasi, konsumsi bahan bakar, dan penyimpanan CO2.

Dua proposal yang telah dipilih oleh Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang untuk “Studi Kelayakan Penerapan Infrastruktur Energi Berkualitas Tinggi di Luar Negeri (Proyek untuk Survei Kegiatan Promosi Pengembangan Infrastruktur Luar Negeri oleh Perusahaan Jepang)” adalah “Survei Kelayakan Pembakaran Bahan Bakar Bauran Amonia di Pembangkit Listrik Suralaya di Indonesia dan Evaluasi Rantai Nilai Keseluruhan” (Proyek Suralaya), dan “Survei Kelayakan Perkuatan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam Telah Berjalan di Indonesia untuk Memperkenalkan Pembangkit Listrik Menggunakan Amonia dan Pembentukan Rantai Nilai” di pembangkit listrik bertenaga gas alam yang sudah ada (Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam yang Telah Berjalan). Kedua proposal akan mengkaji potensi pengurangan CO2 yang dihasilkan dari pembangkit energi serta dampaknya. Potensi dampak global, dan tingginya utilitas serta inovasi dari studi kelayakan ini, dilihat penting bagi kebijakan yang melibatkan pemerintah Jepang.

Tujuan utama Proyek Suralaya adalah untuk menghitung efisiensi ekonomi dari proses yang diproyeksikan untuk mengangkut amonia yang diproduksi di Indonesia ke pembangkit listrik dan mengonsumsinya sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Proyek ini akan dilakukan bersama dengan Mitsubishi Corporation dan Nippon Koei Co., Ltd., dan diharapkan dapat mulai operasional sekitar tahun 2030.

Tujuan utama Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam yang Telah Berjalan adalah untuk menghitung efisiensi ekonomi pengangkutan amonia dan hidrogen yang diproduksi di Indonesia ke pembangkit listrik tenaga gas alam terdekat yang sudah ada sebagai bahan bakar untuk membangkitkan daya. Proyek ini akan dilakukan bersama dengan Tokyo Electric Power Services Co., Ltd. (TEPSCO), dengan operasi yang diharapkan dapat dimulai pada paruh kedua dekade ini.

Kedua proyek akan memeriksa efektivitas pengurangan CO2 di seluruh rantai nilai, dengan MHI berfokus terutama pada hasil pengenalan teknologi pembangkit listrik bertenaga amonia. Selain itu, MHI berencana untuk melakukan studi kelayakan dengan dukungan kelembagaan seperti dukungan keuangan dari pemerintah Jepang, dan upaya dekarbonisasi serta penetapan harga karbon oleh Indonesia. Melalui pelaksanaan proyek-proyek tersebut, MHI berharap dapat berkontribusi pada perluasan ekspor infrastruktur energi dari Jepang.

Indonesia telah mengumumkan kebijakan untuk mendapatkan 23% pasokan listriknya dari energi terbarukan pada tahun 2025, dan 28% pada tahun 2035. MHI dan Mitsubishi Power akan melakukan upaya bersama sebagai grup, bekerja sama dengan grup perusahaan listrik milik negara di Indonesia dan Institut Teknologi Bandung (ITB), guna mendukung berbagai usaha yang dapat membantu negara mencapai targetnya.

Kedepannya, dengan dorongan dari persetujuan studi kelayakan oleh Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, MHI dan Mitsubishi Power akan berkontribusi pada dekarbonisasi lebih lanjut di Indonesia, serta memberikan kesempatan agar kebijakan transisi nol energi bersih perusahaan dapat diterapkan secara global melalui berbagai proyek.(RA)