JAKARTA – Indonesia sebenarnya jadi dalah satu negara yang menerima berkah atas kenaikan harga komoditas tambang seperti batu bara, nikel da lainnya di pasar internasional. Penerimaaan negara sendiri meningkat drastis dengan adanya windfall profit tersebut. Akan tetapi di sisi lain, sebagai negara pengimpor minyak kenaikan harga komoditas minyak ini jadi salah satu masalah terbesar.

Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, menjelaskan pendapatan negara di taksir bisa mencapai Rp 2.266,2 triliun dari sebelumnya ditaksir hanya Rp 1.846,1 triliun. Sayangnya, kondisi belanja negara juga naik drastis dari yang semula hanya Rp 2.714,2 triliun menjadi Rp 3.106,4 triliun.

“Porsi paling besar itupun ada untuk subsidi dan kompensasi untuk PLN dan Pertamina yang menjalankan penugasan penyaluran subsidi. Jika kita tidak melakukan langkah strategis, Pertamina dan PLN bahkan tidak bisa bertahan,” ujar Sri Mulyani, Jumat sore, (26/8).

Dia menuturkan jika tidak dilakukan pengendalian harga dan juga pembatasan konsumsi BBM subsidi, maka beban subsidi BBM dalam APBN bisa mencapai Rp 698 triliun.

Kenaikan harga minyak dunia yang masih diatas US$100 per barel akan semakin menggerus APBN. Apalagi, kurs rupiah atas dolar saat ini sudah mencapai Rp 14.700. “Belum lagi konsumsi masyarakat atas BBM yang masih terus meningkat seiring pemulihan ekonomi. Hal ini akan mempengaruhi kenaikan beban subsidi,” ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani konsumsi Pertalite tanpa adanya pembatasan diperkirakan bisa mencapai 29,07 juta kiloliter hingga akhir tahun nanti. Sedangkan solar bisa mencapai 17,44 juta kiloliter. Tanpa adanya pengendalian, maka pemerintah harus menambah Rp 195,6 triliun lagi subsidi khusus untuk energi.

“Presiden meminta kami untuk menghitung secara cermat kemampuan APBN terkait kondisi ini,” ujar Sri Mulyani.

Belum lagi, kata Sri Mulyani dengan situasi global dan kenaikan harga komoditas hari ini pendapatan negara dari penerimaan perpajakan hingga PNBP tak cukup untuk menambal kebutuhan subsidi.

“Memang kenaikan harga komoditas meningkatkan penerimaan kita. Tapi, tambahan windfall profit ini bahkan juga tidak cukup untuk menambal subsidi energi,” kata Sri Mulyani. (RI)