JAKARTA – PT Medco Energi International Tbk (MEDC) jadi salah satu perusahaan yang tidak takut menghadapi era transisi energi yang menuntut adanya keberlanjutan lingkungan. Ini ditunjukkan dengan terus tumbuhnya bisnis hulu migas Medco disamping bisnis lainnya di sektor Kelistrikan dan Pertambangan.

Ridho Wahyudi, Manager of Capital Market Medco Energi, menjelaskan pada bisnis migas alih-alih menurunkan investasi kemudian mulai mengubah arah investasinya, Medco justru telah memutuskan untuk melanjutkan proyek-proyek utama seperti lapangan Forel dan Bronang di PSC South Natuna Sea Block B, lapangan Suban di PSC Corridor dan pengembangan fase 2 PSC Senoro-Toili.

“Pengembangan-pengembangan baru tersebut juga didukung dengan perpanjangan kontrak jual beli gas di Blok Natuna dan Blok Corridor yang memperpanjang umur cadangan (reserve life) dan keberlanjutan dari blok-blok tersebut,” kata Ridho disela presentasi kepada media dalam the 47th Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition 2023 di ICE BSD, Selasa (25/7).

Medco memang berhasil mengintegrasikan fasilitas produksi di sekitar blok Corridor yang sejauh ini memiliki tujuh lapangan gas dan dua lapangan minyak produksi. Setelah sukses memperpanjang umur dari blok tersebut kini fokus manajemen adalah mencapai target ESG.

Sementara di blok South Natuna Sea Block B, setelah lapangan Hiu sukses menyemburkan gas pada Juni 2022 lalu, proyek Malong dan Belida juga rampung di akhir tahun lalu dengan tambahan produksi gas sebesar 30 juta standar kubik per hari (MMscfd). Nilai investasi dari proyek Belida Extension ini cukup tinggi dengan angka US$77,5 juta atau sekitar Rp1,2 triliun serta menjadi lapangan pertama yang memproduksikan Lapisan Intra Muda di Natuna.

Saat ini dua lapangan yang mendapatkan perhatian khusus yaitu Bronang dan Forel. Jika sudah rampung nanti, proyek tersebut ditargetkan bisa menambah produksi minyak sebesar 10.000 Barel per Hari (BPH), serta gas 43 juta kaki kubik per hari MMscfd (gas lift, gas injection, dan own use), proyek ini dijadwalkan onstream pada Kuartal IV-2023. Proyek ini terdiri atas 2 buah Wellhead Platform, 17 KM 8-inch Subsea Pipeline, dan sewa FPSO (Floating Production Storage and Offloading). Medco juga sudah menandatangani perjanjian jual beli gas dengan SembGas.

Tahun ini sendiri rencana pengembangan blok Senoro – Toili bakal dimulai. Medco bersama para mitranya telah mendapatkan perpanjangan blok tersebut hingga tahun 2047, perpanjangan ini untuk memonetisasi 2,1 TCF cadangan migas (gross)

Pada tahun 2022 produksi migas Medco tercatat mencapai 161 ribu barrel oil equivalent per day (BOEPD). Realisasi itu tumbuh sekitar 73% jika dibandingkan realisasi tahun 2021.

Strategi Medco untuk terus tumbuh dan menjadi pemain utama di bisnis hulu migas sejalan dengan kebijakan pemerintah maupun masyarakat dunia yang sepakat bahwa migas tetap dibutuhkan dan mempunyai peran yang sangat signifikan dalam masa transisi energi.

Dalam data BP Statistic yang dibeberkan Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat pembukaan IPA Convex 2023, untuk menjawab kebutuhan energi, produksi minyak bumi terus meningkat dari sebesar 88,6 juta barel per hari (bph) pada tahun 2012 menjadi 93,8 juta bph pada tahun 2022. Sementara produksi gas juga meningkat sekitar 20% dalam 10 tahun terakhir dengan rata-rata konsumsi gas meningkat 1,7% per tahun.

Data tersebut membuktikan bahwa tren peningkatan konsumsi migas akan terus berlanjut hingga beberapa dekade ke depan. Ini juga yang telah diproyeksikan oleh pemerintah dan dituangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dimana secara persentase penggunaan migas menurun tapi secara volume justru terus meningkat.

Sementara itu, Nuki Agya Utama, Direktur Eksekutif ASEAN Centre for Energy (ACE) transpotasi, rumah tangga serta industri menjadi sektor yang menjadi konsumen migas yang utama. Asia Tenggara (ASEAN) lanjut dia menjadi kawasan yang paling bergantung terhadap keberadaan migas.

“Konsumsi energi migas sekitar 50%-56% ini sangat besar terutama perlu dipertimbangkan asia tenggara mempertahankan sumer daya migas secara bijaksana. Semua diskusi berkaitan energi orang-orang mereka hanya berpkir EBT tidak memikirkan migas tapi di ASEAN kita masih mencari migas,” jelas Nuky.

Negara-negara ASEAN menurut Nuky harus memiliki kesamaan visi dalam mengantisipasi tren konsumsi migas ke depan apalagi kebutuhan energi yang meningkat ternyata juga diiringi dengan tuntutan perbaikan kualitas lingkungan salah satunya dengan menekan emisi yang dihasilkan dari kegiatan operasi produksi migas. Ketahanan energi sendiri tidak hanya berbicara tentang kepastian suplai serta keterjangkauannya namun juga harus lebih aman dan berkelanjutan serta rendah emisi.

Medco tentu tidak tinggal diam dengan kondisi itu. menurut Ridho upaya dan komitmen perusahaan dalam membangun bisnis dengan pertumbuhan berkelanjutan, bertujuan untuk memberikan nilai dan imbal hasil jangka panjang bagi para pemegang saham dan juga berkontribusi terhadap pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah operasi.

Ridho menegaskan bahwa usaha dekarbonisasi yanag dilakukan Medco tidak hanya komitmen tapi juga juga terus memenuhi target. “Seperti di migas target interim kami di tahun 2025-2030 , kami berusaha kurangi emisi 20% tahun 2025 dan 30% pada tahun 2030. “Sementara untuk gas rumah kaca dan 25% tahun 2025 dan 37% tahun 2030,” ujar Ridho.

Berbagai upaya yang telah dilakukan membuat Medco secara meyakinkan dinilai telah menjalankan kegiatan operasinya sesuai dengan standar ESG (environment, social, and good governance).

Sumber : Medco Energi

Peringkat ESG MSCI Medco berada di posisi A. Berkembang dari sebelumnya di posisi B tahun 2018. Kemudian di ESG rates, sustainalitics rates dimana angkanya lebih kecil justru lebih baik. Pada tahun 2019 ada di level 50 tapi di 2022 di level 36,7.
Momentumnya terus bertambah secara rangking produsen migas dalam data 10 Mei 2023 Medco berada di urutan 69 dari 292 perusahaan.

“Kemudian secara sukarela kami jadi member Task Force Climate Related Financial Disclosures (TCFD) dimana score kami di B, di atas rata-rata industri di kawasan Asia dan Global. Kami akan tetap fokus pada peningkatan ESG dengan target terukur sesuai strategi perubahan iklim kami dan memperluas portofolio energi terbarukan demi mencapai Net Zero Emissions untuk Cakupan 1 dan 2 pada 2050 dan Cakupan 3 pada 2060,” jelas Ridho.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, menyatakan para pelaku usaha hulu migas sudah cukup baik beradaptasi terhadap tuntutan perubahan zaman. Perusahaan banyak yang sudah menyentuh sektor bidang EBT dalam rangka meningkatkan kontribusi penurunan emisi di operasional hulu migas. Ini membuktikan bahwa kesadaran akan keberlanjutan bisnis migas tetap tinggi.

“Industri migas saat ini tidak hanya berurusan dengan migas tapi juga penggunaan energi terbarukan dan fasilitasnya seperti pengunaan panel-panel surya dan NSB (Nature Based Solution) itu bagian dari kesadaran akan lingkungan, walaupun tetap fokus di migas,” kata Dwi. (RI)