JAKARTA –  Target produksi minyak satu juta barel per hari (bph) telah dicanangkan pemerintah pada 2030, bahkan dipercepat menjadi 2026. Target tersebut dinilai sangat mungkin tercapai, dengan syarat sejumlah faktor nonteknis harus bisa dipenuhi pemerintah dan stakeholder lainnya.

John Simamora, Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengatakan target satu juta barel minyak per hari sangat mungkin dicapai, tapi pemerintah harus terlebih dulu menyelesaikan masalah nonteknis yang selama ini membelit Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam beroperasi di tanah air.

“Kami lihatnya secara teknis semua bisa dilakukan, sangat mungkin tercapai satu juta barel, sepanjang iklimnya itu mendukung. Semuanya, usaha migas kan semua, ada politik, lingkungan, sosial, masyarakat,” kata John saat ditemui di sela-sela acara diskusi IATMI di Jakarta, Rabu (11/3).

Menurut John,  permasalahan-permasalahan nonteknis seperti perizinan dan lingkungan di sekitar wilayah operasi menjjadi salah satu batu sandungan terbesar dalam mengejar target produksi. Energi yang dihabiskan untuk menyelesaikan masalah itu sangat merugikan perusahaan dan negara.

“Syaratnya enggak bisa semua dari pelaku usaha, tapi dari stakeholder juga. Pemda, political will, kan banyak izin izin.  Kalau belum apa-apa ada laporan polisi kan susah, tender sedang berlangsung, tapi ada panggilan. itu sangat menganggu dan memakan banyak energi” ungkap John.

Salah satu metode yang akan menjadi andalan untuk mengejar target produksi satu juta barel adalah Enhance Oil Recovery (EOR) di lapangan-lapangan produksi.

John mengatakan sebelum EOR dilakukan harus terlebih dulu dipastikan jumlah cadangan minyak yang tersisa. Kemudian selain butuh biaya besar EOR juga tidak bisa sembarangan dilakukan. Ada lapangan-lapangan migas yang secara spesifik bisa diterapkan EOR, salah satu syarat utamanya adalah lapangan tersebut tergolong menengah ke atas, atau lapangan yang sempat memiliki cadangan dalam jumlah sangat besar.

“Kalau sudah bicara EOR umumnya bicara lapangan yang menengah ke atas, kan ada kategorinya. Misalnya yang disebut giant field, lapangannya berapa?  Yang dulu besar produksinya seperti Rokan, Minas, itu kan besar tapi kalau lapangan kecil-kecil untuk apa EOR, enggak ekonomis,” kata John.(RI)