JAKARTA– Saat perusahaan lain bersiap, bahkan beberapa di antaranya sudah mempublikasikan laporan keuangan tahunan 2019, PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) malah baru menerbitkan laporan keuangan 2018. Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan manajemen perusahaan, kinerja keuangan 2018 justru “terjun bebas” dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Dalam keterbukaan informasi pada Selasa (11/2), Borneo Lumbung Energi mencatatkan kerugian sebesar US$ 46,59 juta pada 2018, turun drastis dari perolehan laba bersih sebesar US$ 34,32 juta pada 2017. Penurunan laba tersebut disebabkan berkurangnya secara drastis pendapatan bersih perusahaan dari US$ 241,7 juta menjadi US$52,7 juta.

Di sisi lain, jumlah kewajiban naik tipis dari US$1,7 miliar menjadi US$ 1,72 miliar. Sedangkan aset justru turun dari US$ 989 juta menjadi US$ 957 juta.

Kinerja nan tak moncer ini juga yang jadi pertimbangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (20/1) resmi menghapus pencatatan sham PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN). Perusahaan tambang terintegrasi itu dinyatakan delisting per Jumat (17/1) atau emiten pertama yang dihapus pencatatannya dari bursa pada tahun ini.

Pengumuman potensi delisting ini diikuti oleh pengumuman penghapusan pencatatan pada 10 hari kemudian. Menurut Bloomberg, transaksi terakhir saham BORN adalah pada 29 Juni 2015 dengan harga Rp 50 per saham.

Berdasarkan keterbukaan informasi yang dirilis BEI, penghapusan saham BORN menyusul penghentian perdagangan saham (suspend) Borneo sejak 4 Mei 2015. Penghentian perdagangan saham kembali diberlakukan di pasar negosisi pada 9 Mei 2019.

Alasan BEI menghapus pencatatan saham BORN adalah perusahaan mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh terhadap kelangsungan usaha baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka. Di luar itu, perusahaan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Setelah delisting, Borneo tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat. Tapi delisting ini tidak menghapus kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi Borneo Lumbung ke BEI. Borneo yang masih merupakan perusahaan publik juga tetap wajib memperhatikan kepentingan pemegang saham publik dan mematuhi ketentuan mengenai keterbukaan informasi dan pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan. (RA)