JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir secara tiba-tiba merombak jajaran komisaris PT PLN (Persero). Semakin gemuk, dua nama sekaligus mengisi posisi kursi komisaris baru PLN. Tapi satu nama yang mencuri perhatian adalah Muhammaf Yusuf Ateh, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai komisaris.

Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, menilai perangkapan jabatan Kepala BPKP dan Komisaris PLN memang tidak melanggar UU BUMN dan aturan berlaku, namun tampak anomali yang berpotensi menimbulkan conflict of interest dan mengarah pada penyalahgunaan kewenangan. “Pasalnya, selain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPKP merupakan lembaga resmi yang melakukan audit terhadap PLN. Hasil audit BPKP menjadi salah satu referensi bagi BPK dalam melakukan pemeriksaan di PLN,” kata Fahmy kepada Dunia Energi (27/9).

Menurut Fahmy apabila perangkapan jabatan itu memicu penyalahgunaan kewenangan dalam proses audit PLN, hasil audit BPKP itu akan mengaburkan hasil audit BPK. Dia menuturkan bahwa perangkapan jabatan Kepala BPKP dan Komisaris PLN harus dihindari.

“Kalau memilih sebagai Komisaris PLN, Muhammad Yusuf Ateh sebaiknya secara suka-rela mengundurkan diri sebagai Kepala BPKP. Namun, kalau bersikeras merangkap jabatan sebagai Kepala BPKP dan Komisaris PLN, maka harus ditetapkan aturan sebagai rule of the game dalam proses dan pengesyahan hasil audit PLN,” jelas Fahmy.

Poin penting aturan itu antara lain Muhammad Yusuf Ateh sebagai Ketua BPKP tidak diperbolehkan menjadi salah satu auditor saat mengaudit PLN. Selain itu, hasil audit PLN tidak diperkenankan disyahkan oleh kepala BPK, tetapi ditanda-tangani oleh Wakil Ketua BPKP.

Aturan itu dimaksudkan untuk meminimkan adanya conflict of interest dan penyalahgunaan kewenangan selama proses dan pengesyahan hasil audit PLN. Diharapkan, hasil audit PLN itu benar-benar valid dan accountable sesuai dengan prinsip-prinsip akuntasi yang berlaku.

Menurut Fahmy penetapan Komisaris PLN yang cenderung anomali seakan makin memperjelas pendapat berbagai kalangan bahwa Kementerian BUMN menjadi perpanjangan tangan dari berbagai kelompok kepentingan dalam menetapkan Direksi dan Komisaris di sebagian besar BUMN negeri ini. “Sangat beralasan jika Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berteriak keras untuk membubarkan Kementerian BUMN,” kata Fahmy.

Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perusahaan Listrik Negara (PLN), pemegang saham memutuskan untuk mengangkat dan menetapkan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh sebagai Komisaris PLN. Selain Yusuf ada nama lain Muhammad Rudy Salahuddin sebagai komisaris baru PLN. Rudy saat ini adalah anak buah Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. (RI)