JAKARTA – Pemerintah mengakui sektor minyak dan gas yang berada di hulu ketidakpastiannya sangat tinggi. Kegagalan eksplorasi maupun kegagalan eksploitasi pasti ada.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pembuktian keberhasilan pertambangan di sektor migas hanya bisa dilihat dari aspek untung dan rugi.

“Lapangan Banyu Urip di Cepu contohnya. Sekitar 30 sampai 40 tahun lalu Pertamina dan Humpuss mencari cadangan migas, tapi tidak ketemu. Cadangan tersebut baru ketemu saat Exxonmobil diberi izin mengelola blok tersebut,” ujar Jonan saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Memetakan Makna lmRisiko Bisnis dan Risiko Kerugian Keuangan Negara di Sektor Minyak dan Gas Bumi di Jakarta, Senin (22/7).

Blok Cepu kini menjadi blok paling produktif dengan memproduksi minyak dan 216 ribu-225 ribu barel minyak per hari, lebih tinggi dari Blok Rokan.

“Jadi sebenarnya barangnya di bawah (perut bumi) ada, hanya kita saja enggak ketemu. Mungkin dulu sekolahnya Pertamina dan Exxon beda,” kata Jonan seperti dikutip Antara.

Berkaca pada sejarah eksplorasi Blok Cepu, Jonan melihat teknologi sangat mempengaruhi potensi pertambangan migas di Indonesia. Untuk itu, penggunaan teknologi mutakhir diperlukan, mengingat hal itu yang menjadi salah satu kelemahan dari proses eksplorasi di Indonesia.

Sementara itu, Jonan menilai anggapan bahwa cadangan sumber daya alam semakin lama semakin berkurang kurang tepat.

“Secara bahasa itu betul karena ada yang diambil. Tapi kalau dibilang total berkurang cadangannya itu banyak atau tidak, enggak ada yang tahu,” kata Jonan.

Jonan mencontohkan Blok Masela yang memiliki cadangan gas hingga 18,5 Trillion Cubic Feet (TCF) di Lapangan Abadi, Maluku. Produksi per tahunnya diperkirakan 9,5 juta ton gas setara minyak.

Meski baru disetujui proposalnya setelah digantung 20 tahun, bukan tidak mungkin sumber gas di perut Maluku sudah ada miliaran tahun lamanya.(AT)