DENPASAR – Iklim investasi hulu migas terus diperbaiki. Terbaru saat ini pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan tengah berkoordinasi untuk agar tingkat pengembalian modal (internal rate of return/IRR) proyek hulu migas bisa naik menjadi 15%.

Ego Syahrial, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan, pemerintah saat ini tengah menggodok perubahan ketentuan (terms and condition) kontrak migas yang ujungnya bisa meningkatkan IRR. “Perubahan ini seperti bagaimana kontraktor bisa mencapai IRR minimal 15% untuk proyek mereka. Ini target yang sedang dikerjakan saat ini,” kata Ego disela The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2021, Selasa (30/11).

Mustafid Gunawan, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, menuturkan agar target IRR 15% bisa terwujud maka sejumlah insentif bagi kontraktor migas harus diberikan baik itu dari Kementerian ESDM maupun Kementerian Keuangan

Beberapa insentif yang bisa diberikan pihaknya seperti perubahan bagi hasil (split) yang lebih baik bagi kontraktor, besaran first tranche petroleum (FTP), dan pembebasan dari kewajiban pasok dalam negeri untuk waktu tertentu (domestic market obligation holiday/DMO holiday). Sementara perpajakan menjadi wewenang Kementerian Keuangan.

“Kami sepakat mem-propose jadi pekerjaan rumah bersama bagi Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan instansi lain untuk menuju paling tidak IRR 15%, sehingga akan menjawab pertanyaan investor bahwa keekonomian di Indonesia itu lebih bagus,” jelas Mustafid.

Sementara itu, Diego Portoghese, Managing Director Eni Indonesia, menuturkan insentif yang diberikan ini harus bervariasi agar dapat diimplementasikan di proyek migas.Dia menyarankan agar pemerintah membuka dialog dengan masing-masing kontraktor migas untuk menentukan insentif yang tepat. “Sehingga lapangan migasnya bisa lebih menguntungkan, menarik, dan berkesinambungan,” tuturnya.

Gary Selbie, Ketua Indonesian Petroleum Association (IPA) menambahkan, insentif yang bervariasi dibutuhkan lantaran kondisi setiap perusahaan berbeda, baik terkait kondisi lapangan migas yang digarap maupun ketentuan kontrak kerja samanya (production sharing contract/PSC). Sejauh ini, pemerintah cukup positif terkait pemberian insentif.

“Banyak anggota IPA lain yang sudah semakin dekat untuk bisa mendapatkan insentif,” ungkap Gary.

Irtiza Haider Sayyed, Presiden Exxon Mobil Indonesia, menyatakan Indonesia sangat membutuhkan investasi untuk bisa mengejar target produksi migas. Menurutnya dialog antara pemerintah dan kontraktor migas dalam menentukan insentif yang dibutuhkan untuk menarik investasi hulu migas memang bisa jadi solusi. Dia menilai Indonesia juga harus bersaing dengan seluruh dunia dalam menarik investasi.

“Agar dana global ini datang ke Indonesia, investasi di Indonesia bisa menarik, Indonesia harus bisa memenuhi ambang batas insentif global,” ujar Sayyed. (RI)