JAKARTA – Penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel perlu dimulai dari kebijakan pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Indonesia diyakini memiliki potensi besar untuk memanfaatkan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel untuk mengurangi risiko dampak buruk lingkungan dari minyak jelantah yang kerap dibuang begitu saja ke saluran pembuangan atau didaur ulang kembali untuk menjadi minyak goreng kemasan curah.

Pada 2019, konsumsi minyak goreng Indonesia menghasilkan 13 juta ton minyak jelantah Indonesia. Angka ini cukup besar lantaran Uni Eropa menghasilkan 22,7 juta ton di Uni Eropa, Amerika menghasilkan 16 juta ton dan dan India 23 juta ton.

Joko Tri Haryanto, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengatakan terdapat tiga instrumen kebijakan yang perlu diterapkan untuk memobilisasi pengumpulan minyak jelantah dari sektor rumah tangga dan sektor usaha hotel, restoran dan kafe.

“Pertama, diperlukan regulasi di level pemerintah daerah (Peraturan Daerah, Peraturan Walikota/Peraturan Bupati) untuk menekan para penghasil minyak jelantah untuk menyerahkan limbah jelantah yang dihasilkan,” kata Joko, dalam diskusi yang digelar secara virtual, Selasa (29/12).

Kedua, diperlukan mekanisme insentif dan disinsentif sebagai stimulus bagi para penghasil minyak jelantah agar mereka mau menyerahkan minyak jelantah. Mekanisme insentif dapat berupa kebijakan fiskal seperti pemberian diskon pajak hotel dan restoran serta kebijakan nonfiskal yang terkait dengan proses pengurusan
perpanjangan izin usaha.

Ketiga, diperlukan model bisnis untuk mengelola industri pemanfaatan
minyak jelantah dengan sistem sinergi antara pemerintah dan publik (CSO, bank sampah/bank jelantah).

Pemerintah dapat berperan sebagai pengelola industri minyak jelantah melalui Badan Usaha MIlik Daerah (BUMD) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Kombinasi ketiga instrumen kebijakan tersebut diperlukan untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan baku biodiesel dari minyak jelantah.

Ricky Amukti, Manajer Riset Traction Energy Asia, menambahkan bahwa pemanfaatan minyak jelantah untuk bahan baku biodiesel dapat menjadi contoh konkret ekonomi daur ulang (circular economy) yang efisien dan multi manfaat.

Sektor rumah tangga dan sektor usaha hotel, restoran dan kafe dapat dilibatkan sebagai pemasok minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel. Dengan kebijakan insentif yang tepat, sektor-sektor tersebut dapat menikmati tambahan pendapatan sebagai pemasok minyak jelantah.

“Dengan sistem tersebut, masalah timbulan limbah minyak jelantah yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan dapat teratasi, kebutuhan pasokan biodiesel dapat terpenuhi dan dapat berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sektor rumah tangga serta sektor hotel restoran dan kafe,” tandas Ricky.(RA)