JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serius menggarap potensi besar Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia sebagai sumber energi andalan di masa depan. Salah satu aksi nyata adalah mempercepat pengembangan EBT baik listrik maupun non listrik.

Hingga Semester I tahun 2023, tercatat kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) EBT secara menyeluruh sudah mencapai 12.736,7 Mega Watt (MW) atau 12,7 gigawatt (GW). Besaran angka ini merupakan hasil kontribusi dari PLT Air sebesar 6.738,3 MW, PLTBio 3.118,3 MW, PLT Panas Bumi 2.373,1 MW, PLT Surya 322,6 MW, PLT Bayu 154,3 MW, PLTBio , serta PLT Gasifikasi Batubara 30,0 MW.

“Saat ini kapasitas pembangkit EBT sebesar 12,7 GW atau 15% dari total pembangkit sebesar 84,8 GW,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana di Jakarta, (23/7).

Sementara untuk capaian EBT non listrik, serapan potensi EBT dioptimalkan melalui pemanfaatan domestik biodiesel campuran 35% (B35). Tehitung mulai Januari hingga Juni 2023 telah mencapai 5,677 juta kilo liter (kl) dengan penghematan devisa sebesar Rp54,24 trilliun.

Selain itu, pemerintah juga mendorong pemanfaatan biomassa untuk menghijaukan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) eksisting melalui program co-firing biomassa.

“Target pada tahun 2025 sebanyak 52 lokasi, dan saat ini telah diimplementasikan di 37 lokasi. Pemanfaatan biomassa telah mencapai 306 ribu ton dari target 1,08 juta ton tahun 2023,” lanjut Dadan.

Pemerintah memastikan pula implementasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2021-2030 untuk dapat beroperasi sesuai dengan target. Dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2021-2030, total pembangkit EBT yang akan dibangun sebesar 20.923 MW.

Hingga saat ini, jumlah PLT EBT yang telah beroperasi sebesar 737 MW (3,5%), memasuki tahap konstruksi sebesar 5.259 MW (25,1%), tahap pengadaan sebesar 976 MW (4,7%), tahap rencana pengadaan sebesar 1.232 MW (5,9%), tahap perencanaan 12.656 MW (60,5%), dan proyek yang tidak dilanjutkan dan terminasi sebesar 64 MW (0,3%).

Dalam rangka percepatan implementasi EBT, Kementerian ESDM telah melakukan berbagai upaya yaitu Pembangunan PLT EBT on-grid, termasuk PLTS Terapung; Implementasi PLTS Atap; Program Dedieselisasi menjadi PLT EBT; Mandatori B35; dan Co-Firing biomassa pada PLTU.

Tak hanya di situ, Kementerian ESDM juga melakukan pembangunan infrastruktur EBT melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) khususnya ditujukan untuk memberikan akses listrik pada daerah terpencil (remote).

Perbaikan regulasi juga dilakukan melalui revisi Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2021 tentang Implementasi PLTS Atap yang saat ini sudah pada tahap harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. Peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan PLTS.

Di sisi lain, Kementerian ESDM juga tengah menyiapkan regulasi Rancangan Peraturan Menteri Pemanfaatan Biomassa sebagai Campuran bahan bakar pada PLTU untuk mengurangi pemakaian batubara yang saat ini pada tahap penyiapan harmonisasi.

Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki potensi EBT yang berlimpah mencapai 3.687 GW, terdiri dari potensi surya sebesar 3.294 GW, potensi hidro 95 GW, potensi bioenergi 57 GW, potensi bayu 155 GW, potensi panas bumi 23 GW, potensi laut 63 GW. Diluar itu, terdapat potensi uranium 89.483 ton dan Thorium 143.234 ton. Potensi EBT tersebut sangat besar, tersebar, dan beragam.

Pengembangan EBT sendiri perlu mempertimbangkan aspek teknis dan keekonomian, kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan juga menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangannya. “Perhitungan capaian EBT menggunakan perbandingan antara kapasitas terpasang dengan potensi EBT adalah kurang tepat, mengingat potensi EBT Indonesia sangat besar,” ujar Dadan.