JAKARTA – Sumber daya migas di Indonesia tersebar di berbagai wilayah. Tidak sedikit potensi migas berada di wilayah perbatasan negara yang sudah barang tentu menjadi salah satu faktur sulitnya cadangan tersebut di monetisasi. Untuk itu pemerintah mengklaim akan membenahi pengelolaan migas di wilayah perbatasan negara.

Sampe L Purba, Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam, menjelaskan sumber kekayaan alam di perbatasan, termasuk minyak dan gas bumi (migas) adalah bagian dari sumber daya nasional yang harus dapat sewaktu-waktu difungsikan sebagai komponen pendukung dalam sistem pertahanan nasional. Oleh karenanya diperlukan paradigma baru dalam kebijakan pengelolaan migas di wilayah perbatasan negara.

Menurut dia ada tiga pertanyaan kunci yang merupakan fokus dan tujuan penelitian yang dia lakukan bertajuk Kebijakan Pengelolaan Migas dalam Perspektif Pertahanan Negara di Wilayah Perbatasan Laut Andaman, Aceh. Pertama, yaitu terkait dengan posisi geostrategi wilayah perbatasan Aceh di ujung Selat Malaka sebagai gerbang kawasan Asia Pacific menuju wilayah Lautan Hindia.

Kedua, mengenai potensi sumber daya alam migas di wilayah yang frontier (terpencil) di lepas pantai dikaitkan dengan fasilitas pendukung yang telah tersedia di darat.

“Serta yang terakhir adalah pilihan kebijakan publik untuk menjembatani sudut pandang kepentingan investor yang konkrit dan mikro dan kepentingan pemerintah yang berdimensi lebih luas dan makro dalam perspektif pertahanan negara di wilayah perbatasan,” ujar Sampe (21/2).

Sampe menjelaskan dalam kebijakan pengelolaan migas di perbatasan dalam perspektif pertahanan negara, pada kriteria utama, aspek Pertahanan Keamanan menduduki skor yang tertinggi (24,40%), dibandingkan dengan elemen non pertahanan. Faktor non pertahanan tertinggi adalah ekonomi 22,74%. Sementara dalam alternatif pilihan kebijakan publik. “Serta infrastruktur menempati posisi tertinggi 29,87% disusul regulasi pada skor 28,56%,” ungkap Sampe. (RI)