NEW YORK– Harga minyak global jatuh ke level terendah sejak Desember 2018 pada akhir perdagangan Senin atau Selasa (11/2) pagi WIB. Hal ini dipicu oleh melemahnya permintaan China di tengah wabah virus corona dan ketika para pedagang menunggu apakah Rusia akan bergabung dengan produsen lain dalam upaya pengurangan produksi lebih lanjut.

Kantor berita Reuters melaporkan, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April 2020 turun US$1,20 atau 2,2% menjadi menetap di US$53,27 per barel, penutupan terendah sejak 28 Desember 2018 di London ICE Futures Exchange.

Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret turun US$0,75 atau 1,5% menjadi berakhir di US$49,57, penutupan terendah sejak 7 Januari 2019.

Penurunan tersebut membuat Brent dan WTI berada di wilayah oversold masing-masing selama 13 hari dan 14 hari, garis bearish terpanjang sejak November 2018.

Permintaan minyak mentah Tiongkok, yang merupakan importir minyak terbesar di dunia, merosot terdampak penyebaran virus Corona. Sebagian besar kilang minyak di Negeri Panda telah mengurangi aktivitas secara signifikan sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Corona terhadap para karyawan kilang.

Terminal-terminal impor minyak Tiongkok telah mengurangi pesanan pengiriman baru. Beberapa bahkan menyatakan kondisi force majeure.

Harga minyak dunia juga terpengaruh penundaan keputusan oleh Rusia terkait kesepakatan pengurangan produksi minyak. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan negara-negara produsen minyak lainnya yang tergabung dalam OPEC+ direkomendasikan oleh komite teknis untuk mengurangi produksi sebesar 600.000 barel per hari.

OPEC+ sebelumnya telah memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari sejak Januari 2019 dalam upaya mengurangi pasokan berlebih dan mendongkrak harga minyak.

Minyak telah turun lebih dari 25% dari puncaknya pada Januari, dengan minyak mentah AS (WTI) kembali di bawah 50 dolar AS per barel setelah virus yang menyebar memukul permintaan di China, importir minyak terbesar di dunia, dan memicu kekhawatiran tentang kelebihan pasokan global.

“Pasar minyak terus mengalami tekanan dari krisis kesehatan virus corona, yang telah membuat sektor transportasi dan manufaktur China macet,” kata analis di Eurasia Group dalam sebuah laporan.

Beijing telah mengatur dukungan untuk perusahaan dan pasar keuangan dalam sepekan terakhir dan investor berharap lebih banyak stimulus untuk mengangkat ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Di sisi lain, OPEC+, telah menerapkan pemotongan 1,2 juta barel per hari sejak Januari 2019 untuk mengurangi kelebihan pasokan global dan menopang harga minyak mentah.

Menteri Perminyakan Aljazair Mohamed Arkab mengatakan pada Minggu (9/2) komite telah menyarankan pengurangan produksi lebih lanjut sampai akhir kuartal II.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan Moskow membutuhkan lebih banyak waktu untuk menilai situasi, menambahkan bahwa pertumbuhan produksi minyak mentah AS akan melambat dan permintaan global masih solid. (RA)