JAKARTA – PT Pertamina (Persero) mendukung adanya wacana pemerintah untuk mengadopsi skema cost recovery seperti di industri hulu migas untuk diaplikasikan pada pengembangan panas bumi. Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan dalam tiga tahun belakangan pengembangan panas bumi terkesan lambat. Hal itu diakibatkan oleh minimnya minat investasi lantaran proyek panas bumi sulit sesuai dengan nilai keekonomian.

“Intinya kenapa dalam dua tiga tahun terakhir lambat pertumbuhan (geothermal) masalah keekonomian, harga yang tentunya bagi PLN bisa tingkatkan HPP (Harga Pokok Produksi),” kata Nicke dalam webinar Investor Daily Summit secara virtual, Rabu (14/7).

Nicke mengatakan perlu ada terobosan untuk bisa membuat pengembangan panas bumi kembali optimal. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan memastikan keekonomian proyek panas bumi bagus. Salah satu solusi untuk mencapai keekonomian itu adalah dengan mengadopsi skema cost recovery pada industri hulu migas.

“Tentu perlu ada suatu terobosan kalau kita belajar dari bagaimana Indonesia bisa mengembangkan sektor hulu migas. Salah satunya mekanisme cost recovery bisa membuat investor tertarik masuk dan secara pengembangan sudah besar maka akan menurunkan biaya dengan sendirinya,” ungkap Nicke.

Dia berharap terobosan itu bisa segera dituangkan dalam peraturan presiden yang tengah disusun pemerintah. Karena menurut Nicke panas bumi jadi pilihan Energi Terbarukan yang paling memungkinkan untuk dijadikan sebagai based load, lantaran listriknya yang stabil. Ini berbeda dengan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) lainnya yang sifatnya masih intermiten atau tidak stabil tergantung cuaca.

“Perlu ada terbosan di revisi perpres yang akan segera diluncurkan agar potensi bisa kita kembangkan dan digunakan,” kata Nicke.

Pertamina sendiri mematok target cukup tinggi dalam pengembangan panas bumi. Kapasitas pembangkit listrik panas bumi akan ditingkatkan dua kali lipat dari kondisi saat ini.

“Kita akan double capacity tingkatkan dari tahun ini sampai 2026 dari kapasitas 672 MW hingga menjadi 1128 MW,” kata Nicke.(RI)