JAKARTA- PT PAM Mineral Tbk (NICL), emiten pertambangan, menargetkan dapat mencatatkan laba bersih sebesr Rp105 miliar pada 2021 seiring pendapatan perseroan yang diprediksi meningkat pada tahun ini.

“Proyeksi laba tersebut naik 263,46% dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp28,45 miliar,” ujar Ruddy Tjanaka, Direktur Utama PAM Mineral, dalam keterangannya, Jumat (30/7).

Ruddy mengatakan dari sisi penjualan, volume penjualan diproyeksikan mencapai 1.800.000 metrik ton (MT) tahun ini, naik 87,04% dari realisasi penjualan pada 2020 sebesar 695.034 metrik ton.

Berdasarkan laporan keuangan interim Desember 2020, PAM Mineral diprediksi membukukan penjualan senilai Rp195,44 miliar dan laba komprehensif periode berjalan sebesar Rp28,45 miliar .

Kondisi itu jauh lebih baik dibandingkan dengan kinerja perseroan pada 2019, yang mana saat itu perseroan masih mencatatkan kerugian komprehensif sebesar Rp14,07 miliar.

Perseroan mencatatkan laba usaha sebesar Rp33,57 miliar hingga Desember 2020 dibandingkan rugi usaha sebesar Rp16,5 miliar pada bulan Desember 2019.

Kenaikan laba usaha tersebut disebabkan kenaikan pendapatan penjualan dari anak perusahaan yang cukup signifikan.

PAM Mineral merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mineral nikel, yang memiliki anak usaha bernama PT Indrabakti Mustika (IBM). Bijih nikel perseroan maupun anak perusahaan, IBM memiliki kadar Ni antara 1,4 persen-1,8 persen.

IBM memiliki lahan konsesi pertambangan nikel di Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Lahan tersebut merupakan lahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi seluas 576 hektare (ha).

Sedangkan perseroan memiliki lahan konsesi pertambangan nikel di Desa Buleleng, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Lahan tersebut merupakan lahan IUP operasi produksi seluas 198 ha.

Area potensi nikel dari IUP perseroan seluas 198 ha sudah seluruhnya dieksplorasi, dimana seluas 47 ha sudah dilakukan tertambang. Sedangkan sisanya belum dilakukan penambangan.

Sementara itu, area potensi nikel dari IUP IBM adalah seluas 450 ha, dimana area yang sudah tertambang dan terganggu (area IUP yang sudah dibuka atau land clearing, namun belum dilakukan penambangan) seluas 15 ha, dengan rincian, area tertambang utara seluas 10 ha dan selatan seluas 5 ha. Area yang belum ditambang dari IUP IBM seluas 435 ha.

“Kam optimistis bisnis nikel ke depan cukup menjanjikan, seiring dengan tingginya permintaan bijih nikel di pasar domestik serta kecenderungan harga nikel yang semakin meningkat,” ujarnya.

Apalagi, lanjut dia, pemerintah sedang mengembangkan industri dan ekosistem kendaraan listrik melalui pembentukan holding BUMN baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC), yang bekerjasama dengan produsen mobil listrik dunia, LG Chem (Korea) dan CATL (China).

Pabrik baterai tersebut ditargetkan mulai beroperasi pada 2023. Karena itu, nikel berkadar rendah banyak dibutuhkan untuk campuran dengan jenis logam cobalt sebagai bahan baku baterai. Di sisi lain, permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga terus meningkat, terutama karena adanya industri pengolahan atau smelter.

Menurut Ruddy, dengan eksplorasi yang terus menerus dilakukan, pihaknya berkeyakinan bahwa ke depan perseroan dan anak perusahaan dapat memiliki sumberdaya 28 juta ton lebih bijih nikel.

“Dari 28 juta bijih nikel tersebut, tidak semua memiliki kadar tinggi namun juga terdapat bijih nikel dengan kadar rendah. Selain bijih nikel kadar tinggi, perseroan saat ini juga telah melakukan penjualan bijih nikel kadar rendah ke smelter yang ada,” katanya.(RA)